"Kalau pengadilan jelas tidak mungkin (memberikan maaf). Karena banyak sekali kasusnya. Untuk itu diambil langkah yang lebih memenuhi kewajiban negara kepada korban. Antara lain ya itu, permintaan maaf itu," ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal kasim di DPR, Senayan Jakarta, Kamis (29/5).
Permintaa maaf itu, kata Ifdhal, harus dilakukan atas dasar kebenaran. Maka, sebelum ada permintaan maaf perlu direkam terlebih dulu dimana letak yang salah. Sehingga bagi para pihak korban juga menjadi jelas. Untuk itu kata Ifdhal, terlebih dahulu pemerintah mengklarifikasi peristiwa-peristiwa pada masa lalu tersebut.
"Ini yang kita sebut dengan mengungkapkan kebenaran. Setelah itu berdasakan kebenaran yang ditemukan itu. Kalau memang perlu ada permintaan maaf Presiden selaku kepala negara, ya minta maaf," ujarnya.
Selanjutnya kata Ifdhal, mesti dijelaskan pelanggaran HAM yang terjadi ketika itu bukan karena keinginan seseorang. Tapi karena sistem politiknya waktu itu.
"Misalnya saja, seorang sersan yang membunuh di Aceh. Itu bukan karena keinginannya, tapi karena sistemnya. Tidak adil jika kita minta tanggung jawab personal kepada dia. Nah, oleh karena itu ada permintaan maaf oleh negara terhadap warga negaranya," bebernya.
Masih kata Ifdhal, permintaan maaf itu pun mesti disertai dengan langkah nyata terhadap korban. Yaitu dengan memberikan rehabilitasi, kompensasi dan restitusi.
"Sehingga permintaan maaf itu menjadi bermakna bagi seluruh masyarakat. Dengan itu, kasus masa lalu itu bisa ditutup. Dan Kita tidak lagi terus bicara masalah kasus-kasus lalu," tandasnya. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: