Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Jawa Tengah, Poppy Dharsono, mengatakan, rekonsiliasi Keraton Surakarta bisa diartikan sebagai embrio dan alat pemersatu putra-putri dalem Keraton, yang sempat terpecah akibat konflik internal yang melanda sejak meninggalnya Paku Buwono XII, baik yang berada di dalam Keraton maupun di luar.
"Rekonsiliasi yang mempersatukan putra-putri Keraton Surakarta ini sangat positif,"
ujar Poppy melalui keterangan tertulisnya, Selasa (29/5).
"Keraton sebagai benteng terakhir kebudayaan Jawa, dan penting sekali bahwa budaya Jawa Keraton itu menjadi alat penyeimbang bagi globalisasi yang ditiru begitu saja," ungkapnya.
Dijelaskan Poppy, menurut UU Cagar Budaya, Keraton seharusnya sudah dimiliki oleh pemerintah dan pengelolaannya dipercayakan kepada keturunan Keraton, yang dititipkan untuk memelihara dan melestarikan sesuai dengan tanggung jawab moral guna meningkatkan peran sosial budaya Keraton dalam pembangunan bangsa dan negara dalam bingkai NKRI. Pemerintah beserta seluruh lapisan masyarakat sudah saatnya memberikan perhatian mengenai keberadaan Keraton yang saat ini terlihat kumuh karena tidak dikelola dengan baik.
"Beda dengan masa sinuwun PB XII dan PB sebelumnya, dimana keliatan lebih terpelihara karena banyak orang merasa memiliki dan mereka menyumbang, saya pun menyumbang, itu rutin. Nah, sekarang kami merasa itu dikelola hanya milik bersaudara, kelompoknya Wira Bumi Cs saja," jelasnya.
Salah satu solusi yang ditawarkan Poppy ialah bangunan Keraton Solo dibuka untuk umum, sehingga diarahkan menjadi salah satu bagian dari pusat kebudayaan di Jawa Tengah.
Seperti diberitakan kemarin, rekonsiliasi antara dua raja kembar di Keraton Surakarta Hadiningrat yang sudah berjalan dengan baik ternyata masih tetap mendapat ganjalan dari sejumlah adik-adik Paku Buwono XIII yang tidak menginginkan adanya rekonsiliasi.
Salah satu adik Paku Buwono XIII yang mendukung rekonsiliasi, GRA Koes Triniyah yang akrab dipanggil Gusti Ninil kepada
Rakyat Merdeka Online menjelaskan, beberapa saudaranya menghendaki agar Sinuwun Hangabehi masuk terlebih dahulu ke dalam keraton Surakarta dan tidak bersama-sama dengan Panembahan Tedjowulan yang dianggap telah melanggar peraturan keraton sehingga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menerima sejumlah konsekuensi.
[ald]
BERITA TERKAIT: