"Ironi, negara gagal melindungi hak-hak buruh yang telah dilindungi oleh undang-undang dan tidak memberikan sangsi kepada perusahaan," kata Komite Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, kepada
Rakyat Merdeka Online Senin malam (30/4).
Apa yang dialami Romel Ginting, buruh PT. Total E&P Indonesie yang berkantor pusat di Perancis, Felicia Yuli, buruh PT. Halliburton Drilling Systems Indonesia (PT. HDSI) yang berkantor pusat di Amerika, serta buruh PT. Torishima Guna Indonesia yang berkantor pusat di Jepang diantaranya menjadi bukti gagalnya Negara dalam memenuhi hak-hak buruh.
Romel di-PHK secara sepihak oleh PT. Total E&P Indonesie, PMA yang bergerak dalam sektor Migas, setelah dituduh telah membocorkan rahasia perusahaan. Pengadilan memutuskan tuduhan tersebut tidaklah terbukti. PT. Total E&P Indonesie belum juga membayarkan hak-haknya kepada Romel padahal proses Bipartit sampai dengan proses Pengadilan Hubungan Industrial telah memenangkan Romel.
Sementara Felicia Yuli tak menerima Upah Proses sejak 4 Februari tahun 2011 dari perusahaan tempatnya bekerja, PT. Halliburton Drilling Systems Indonesia. Sebelumnya, Felicia dimutasi ke tempat yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sementara ongkos kepindahan Felicia ke Duri, Riau sebagaimana ketentuan PKB dan kesepakatan, juga tidak kunjung dilunasi pihak perusahaan.
Beda dengan Romel dan Felica, para buruh PT. Torishima Guna Indonesia, tetap saja berstatus buruh kontrak padahal mereka sudah bekerja lebih dari 3 tahun, bahkan ada yang sudah 8 tahun. Perusahaan ini juga memberlakukan agar para buruh mengganti waktu yang mereka gunakan untuk melakukan ibadah Sholat Jumat di lain waktu. Sementara, penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja dilakukan di bawah standar.
Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur, Walikota Jakarta Timur dan Komnas HAM telah merekomendasikan agar perusahaan merubah status buruh kontrak. Bukannya memenuhi tuntutan buruh dan rekomendasi instansi pemerintahan dan institusi HAM nasional, perusahaan justru mempergunakan pekerja outsourcing untuk mengisi pekerjaan yang ditinggal buruh mogok dan mengeluarkan larangan buruh yang mogok memasuki areal perusahaan. Para buruh yang melakukan aksi mogok akan di PHK.
Disebutkan Gunawan, kebijakan industrial yang dipilih pemerintahan SBY-Boediono yang masih diwarisi model developmentalisme gaya Orde Baru dimana mengandalkan penanaman modal asing (PMA) di satu sisi, sementara di sisi lain menetapkan upah buruh murah sebagai keunggulan komparatif menjadi sumber utama absennya negara dalam menjamin dan melindungi hak-hak para buruh. Apalagi, kebijakan tersebut malahan dibarengi dengan langkah-langkah liberalisasi yang dilakukan baik pada sektor agraria (kekayaan alam), sektor industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti pertambangan dan perkebunan, serta liberalisasi tenaga kerja melalui pasar bebas tenaga kerja yang berbasis buruh kontrak dan outsourching.
"Kebijakan liberalisasi ini mengakibatkan lemahnya peran negara dalam melindungi hak-hak buruh," tegas Gunawan.
UUD 1945, Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, tegas Gunawan, telah memberikan mandat kepada negara khususnya pemerintah untuk menjalankan tanggungjawab dan kewajiban dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak kaum buruh. Oleh karenanya, negara wajib merealisasikan secara progresif apa saja yang menjadi tanggungjawabnya.
Negara, katanya, harus mencegah pasar bebas tenaga kerja dan liberalisasi ekonomi yang berdampak hilangnya peran negara dalam melindungi dan memenuhi hak-hak kaum buruh. Negara juga harus menghentikan kebijakan-kebijakan yang mengakibatkan deindustrialisasi dan deagrarianisasi yang mengakibatkan semakin besarnya pengangguran.
"Negara harus melakukan pembaruan hukum dikarenakan Kantor Dinas Tenaga Kerja, Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung tidak sepenuhnya mampu mengatasi perselisihan hubungan industrial, bahkan kasus-kasus perselisihan yang telah diputus MA tidak bisa dieksekusi, sehingga tidak ada kepastian hukum," demikian Gunawan.
[dem]
BERITA TERKAIT: