Demikian pendapat pakar hukum Margarito Kamis yang disampaikan kepada
Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu, Selasa (21/2).
"Saya ingatkan, ini adalah kasus suap, dan disitu sejauh ini tidak ada bukti dan keterangan saksi yang memberatkan dia dalam kasus itu," tegasnya.
Beberapa waktu lalu, tim kuasa hukum Nazaruddin, Elza Syarief, membeberkan bukti-bukti baik dari keterangan para saksi hasil penyelidikan maupun dari keterangan-keterangan saksi yang muncul dalam persidangan. Telah terbukti bahwa Anas Urbaningrum sebagai pemilik Permai Group, sementara istrinya, Athiyyah Laila, sebagai pemegang saham dan Komisaris PT. Alam Berkah Melimpah.
Terbukti juga bahwa dana milik Permai Group senilai kurang lebih Rp 80 miliar yang terdiri dari Rp 30 miliar dan 5 juta dolar Amerika digunakan untuk kepentingan Anas Urbaningrum untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Uang tersebut dibawa ke Hotel Aston di Bandung dan dibagi-bagikan kepada DPC-DPC Partai Demokrat untuk supaya mereka memilih Anas.
Sementara itu, Margarito menegaskan lagi, kepemilikan Anas di Grup Permai bukan berarti politisi muda itu terlibat dalam suap menyuap wisma atlet. Juga harus dibuktikan, uang yang digunakan Anas untuk pemenangannya diperoleh dengan cara haram. Betul bahwa Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, mengaku Anas mendapat gaji di perusahaan itu. Tapi tidak otomatis kepemilikan itu dikatakan melanggar hukum. Yang diperlukan untuk menjadikan Anas tersangka, ada dua atau tiga bukti surat yang di dalamnya menerangkan kuitansi perolehan fee, lalu fee itu terkualifikasi melawan hukum. Ada surat (bukti tertulis) dan ada dua tiga saksi yang membawa atau melihat uang itu.
"Jangan lupa ini kasus suap. Lain lagi kalau Nazaruddin dituduh menggelembungkan nilai proyek bersama Anas, itu lain lagi.Sekarang ini kasus suap," tekannya lagi.
[ald]
BERITA TERKAIT: