"Menolak seluruh eksepsi para tergugat dan memerintahkan pemeriksaan perkara ini untuk dilanjutkan," ucap Ketua Majelis Hakim, Suko Harsono, saat membacakan putusan sela gugatan IHCS di Pengadilan PN Jakarta Selata (Selasa, 31/1).
Dalam pertimbangannya, Suko menyatakan IHCS tidak terikat dengan perjanjian kontrak karya sehingga tidak perlu menyelesaikan sengketa kontrak karya ke arbitrase. Sidang lanjutan Gugatan ini ditunda selama dua minggu, dan akan dilangsungkan pada 14 Februari 2012 dengan agenda pembuktian pokok perkara.
Kuasa Hukum IHCS, Ridwan Darmawan, S.H. menyatakan apresiasi positif atas putusan sela yang dibacakan hakim tersebut, karena putusan tersebut menunjukkan bahwa terobosan hukum yang dilakukan IHCS, paling tidak ditahap awal ini, menunjukkan hasil yang positif.
"Kami mengapresiasi putusan majelis hakim, dan seyogyanya kita semua mengambil pelajaran dari kasus ini: bahwa warga negara bisa melakukan gugatan terhadap kontrak-kontrak karya sejenis yang patut diduga didalamnya terjadi unsur-unsur yang merugikan rakyat serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perjanjian itu sendiri. Bahkan mungkin juga bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia," ujar Ridwan.
IHCS dalam gugatannya menilai bahwa tarif royalti yang dibayarkan Freeport bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45/ 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementrian ESDM.
Hal tersebut merupakan kesepakatan yang terdapat dalam kontrak karya antara Freeport dengan Pemerintah RI yang dibuat sejak 1991. Menurut IHCS, kontrak tersebut secara ekonomi merugikan Indonesia.
Menurut hitungan IHCS, total kerugian negara akibat pembayaran royalti dari Freeport yang lebih rendah dari ketentuan beleid PNBP itu sebanyak 256,2 juta dolar AS. Dalam gugatannya, IHCS menuntut biaya ganti rugi sebanyak 70 triliun. IHCS juga menuntut penghentian kegiatan pertambangan Freeport.
[dem]
BERITA TERKAIT: