"Jadi harus diganti Kepala BPN. Karena dia yang harus bertanggung jawab. Sertifikat lahan diberikan kalau dia yakin tidak ada muncul sengketa lahan," jelas Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke-Circle Syahganda Nainggolan kepada
Rakyat Merdeka Online lewat sambungan telepon (Selasa, 20/12).
Selanjutnya, masih menurut mantan Ketua Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) '98 ini, pemegang otoritas pertanahan harus diintegrasikan secara nasional agar kasus Mesuji tidak kembali terjadi. Dan pemegang puncak otoritas itu ada di Kementerian Dalam Negeri, bukan di Kementerian Kehutanan.
"Kalau sekarang, otoritasnya di (Kementerian) Kehutanan. UU Kehutanan yang baru disebutkan 70 persen Indonesia itu adalah hutan. Artinya orang itu jadi tergantung kepada (Kementerian) Kehutanan. Jadi otomatis tumpang tindih," jelasnya.
Belum lagi, perizinan pembukaan lahan menjadi tumpang tindih dengan adanya peraturan daerah-peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW ini juga merasa paling berkuasa. "Semua rencana pembangunan harus tunduk pada RTRW yang sekarang sedang dibahas," jelasnya.
"Satu-satunya jalan, harus ada otoritas tunggal pertahanan nasional," ungkapnya mengusulkan.
Bukankah sudah ada BPN?
"BPN itu hanya mengurus tanah-tanah di luar kawasan kehutanan. Jadi kalau tanah-tanah yang di kehutanan, BPN tidak bisa masuk. Untuk kawasan pertambangan (BPN) juga tidak bisa masuk. Atau peran BPN diperluas. Tapi orangnya (yang saat ini di BPN) harus diganti," jelasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: