Janji-janjinya untuk bekerja maksimal dalam satu tahun ke depan menuntaskan skandal-skandal besar, sembari mempertaruhkan jabatannya, mudah-mudahan bukan cuma sisi politis advokat muda asal Makasar itu. Kekecewaan yang membukit sebelumnya kepada KPK, membuat Abaraham Samad masuk ke wilayah tanpa pilihan selain bekerja memimpin KPK sebaik mungkin. Misinya, mengungkap kasus-kasus korupsi yang diduga kuat sistematis menyentuh Istana Negara dan DPR.
Hasil survei Jaringan Suara Indonesia (JSI), yang digelar pada 1-15 Oktober lalu pun cukup mencengangkan. KPK, yang diharapkan menjadi terobosan dalam sistem hukum Indonesia saat ini, ternyata mendapat angka ketidakpuasan paling tinggi. Sekitar 42,7 persen publik dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi mengatakan tidak puas terhadap kinerja KPK.
Indonesia Police Watch (IPW) malah membandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri yang punya prestasi tersendiri dalam mengusut kasus-kasus korupsi. Bahkan, data 2010 menunjukkan kasus korupsi yang dibawa Polri ke pengadilan lebih banyak ketimbang KPK.
Kegeraman pada pemberantasan korupsi yang setengah-setengah oleh lembaga
superbody itu pada akhirnya melahirkan deretan sinisme. Salah satunya, wacana pendirian Kebun Koruptor layaknya kebun binatang. Kebun Koruptor adalah kebun binatang versi Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
"Buat kebun koruptor di samping kebun binatang. Nanti anak-anak muda generasi penerus bangsa ajak jalan-jalan ke kebun bintang, sekalian ke kebun koruptor," kata Mahfud MD di sela-sela acara silaturrahmi anti korupsi di Gedung Juang, Jakarta Pusat (Minggu, 27/11).
Tentu saja para politisi kebakaran jenggot. Semua naik pitam dan memaki Mahfud yang disebut-sebut juga bakal maju di 2014. "Saya bisa menangkap semangat dari gagasan itu dalam konteks untuk pemberantasan korupsi. Tapi dari sisi kemanusiaan, memperlakukan koruptor seperti itu sangat berlebihan," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Syarifuddin Sudding.
Politisi Demokrat Edi Ramli Sitanggang lebih emosi karena merasa dinistakan. "Apa konteksnya coba gagasan seperti itu. Kalau mau, perbaiki saja institusi yang ada, jangan ngawur kemana-mana dong. Ini sangat menistakan," ujarnya.
Advokat Erman Umar menyarankan, daripada membicarakan sesuatu yang mengawang, lebih baik memperbaiki kinerja hakim pemutus vonis terdakwa kasus korupsi. Dengan diperbaikinya para hakim tersebut, maka akan meningkatkan kualitas peradilan korupsi sehingga nada-nada sumbang akan tereliminir.
Bukan berarti pembaca
Rakyat Merdeka Online sepakat dengan pendapat-pendapat di atas. Kami mengajak pembaca berpartisipasi melalui poling yang dibuka sejak pekan lalu (Selasa, 29/11). Hasilnya, Mahfud MD mendapat dukungan penuh. Sebanyak 89,7 persen pembaca meyakini, pengadaan Kebun Koruptor mampu menekan angka korupsi di Indonesia. Hanya 7 persen yang tidak sepakat dan tak yakin. Sementara 3,3 persen menjawab ragu-ragu.
Mungkin bolehlah kita meminta Mahfud MD mempertanggungjawabkan usulannya itu. Kini saatnya memulai langkah pertama menuju pengadaan Kebun Koruptor di 33 provinsi agar perang terhadap korupsi tidak cuma seloroh, sinisme atau gertak sambal. Mulai dari provinsi mana baiknya kita mulai pembangunan itu? Jangan ulangi kesalahan pemimpin yang cuma bisa cabut pedang, namun tak mampu menggunakannya.
[ald]
BERITA TERKAIT: