Menurut mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Dia meminta pimpinan KPK secepatnya mencopot penasihat yang punya konflik kepentingan dan menganggu proses penuntasan kasus-kasus mega korupsi yang dilakukan penjahat kerah putih.
"Contohnya, penasihat yang juga mantan pimpinan KPK, ternyata merangkap menjadi penasihat Menkeu yang bermasalah, sehingga penasihat itu dikenal sebagai Markus Emeritus, mekalar kasus-kasus kakap," kata Rizal Ramli.
Kendala lain yang menghambat kinerja KPK adalah karena para penyidiknya merupakan orang-orang "pinjaman" kepolisian dan kementerian keuangan (BPKP). Status sebagai pegawai "pinjaman" itu menyebabkan mereka ragu-ragu dalam mengusut para pejabat yang juga atasan mereka sendiri.
Solusinya, KPK harus mengangkat para penyidik tersebut menjadi pegawai tetap KPK. Dengan begitu, mereka hanya loyal kepada KPK dan tidak lagi ragu-ragu saat memeriksa pejabat tinggi Kemenkeu atau Kepolisian.
Rizal Ramli juga menyarankan KPK bertindak lebih agresif untuk membongkar kejahatan kerah putih, yang merugikan negara triliunan rupiah. Jika perlu, pimpinan KPK mengundang para ekonom independen untuk dimintai masukan dan pendapatnya. Cara ini pernah dilakukan DPR, dengan mengundang para mantan menteri keuangan dan pengamat ekonomi.
"Sebagai mantan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, saya bisa jelaskan dengan panjang lebar bahwa benar-benar telah terjadi perampokan uang negara secara besar-besaran," ungkapnya.
"Waktu kasus Bank Bali, cuma diperlukan waktu dua bulan untuk mengaudit dan berhasil menelusuri aliran dana sampai lapis kelima. Sayangnya KPK pasif, jika menyangkut kasus-kasus korupsi yang melibatkan pusat kekuasaan. Inilah yang menjadi tanda tanya besar, ada apa dengan KPK sekarang?" tutup Rizal Ramli.
[ald]
BERITA TERKAIT: