Tengok saja kerjasama AFTA (Asean Free Trade Area) dan CAFTA (China-Asean Free Trade Area) yang sudah berjalan sejak 2010 lalu, sampai saat ini belum menunjukkan keuntungan yang signifikan bagi negara Indonesia, bahkan hanya memberi defisit perdagangan dan peningkatan angka pengangguran. Data Bank Indonesia yang dirilis Mei 2009, menyebutkan pada 2006 Indonesia mengalami defisit sebesar 0,993 milyar dolar AS. Pada 2007, jumlahnya naik mencapai 2,708 milyar dolar AS dan meningkat tajam angkanya pada 2008 yang mencapai 7,898 milyar dolar AS. Menurut BPS, selama 2009, kembali China menjadi negara pemasok barang impor nonmigas terbesar dengan nilai 12,01 milyar dolar AS.
"Dengan serbuan produk impor banyak industri kecil dan menengah di Indonesia yang tutup atau memangkas produksinya sejak berlakunya AFTA dan CAFTA. Ini berarti tergilasnya produk asli buatan Indonesia dan banyak orang kehilangan pekerjaan. Ujung-ujungnya beban negara semakin berat karena angka pengangguran meningkat," kata Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa dalam rilisnya yang diterima redaksi (Rabu malam, 16/11).
Kerjasama perdagangan internasional merupakan sebuah keniscayaan. Namun, kata anggota DPR dari Dapil Bandung-Cimahi ini, untuk memperoleh
win-win solution dalam konsep perdagangan bebas, masing-masing pihak yang melakukan kerjasama semestinya berangkat dari kesiapan dan kemampuan yang setara.
"Untuk itu pemerintah mau tidak mau harus melakukan tindakan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat sendiri. Selama industri kita belum mampu bersaing secara setara di pentas Internasional tidak perlu ragu untuk mengkaji ulang perjanjian yang ada dan membuat perubahan-perubahan," tandas Ledia.
[dem]
BERITA TERKAIT: