"Mari kita lihat, sejujurnya berapa yang diberikan bantuan Freeport untuk pengamanan itu. Tapi tetap prinsipnya negara yang harus biayai operasional prajurit kita," tegas Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 10/11).
TB mengatakan, angka yang terbuka ke publik US$ 14 juta tidaklah wajar untuk dikatakan sebagai pengganti lauk pauk prajurit bertugas. Apalagi setelah didapat angka aparat yang berjaga disana hanya mendapat sekitar Rp 40 ribu per hari atau satu bulannya Rp 1,25 juta per kepala.
"Kalau sampai dengan US$ 14 juta per tahun itu enggak wajar, sementara yang diterima prajurit sangat kecil, Rp 1,25 juta per bulan. Kita hitung saja, kalau ada angka sekitar Rp 120 miliar per tahun. Yang jatuh ke prajurit berapa, lalu sisanya kemana? Itu yang harus diusut tuntas dan dibuka ke publik, siapa yang makan?" urainya.
Dia mengatakan, ada 150 prajurit TNI yang bertugas membantu 530 petugas polisi melakukan pengamanan. Kalau dikalikan dengan jumlah seluruh petugas (680 orang) tentu saja angka US$ 14 juta sangat tak masuk akal dibandingkan dengan jatah per kepala prajurit yang bertugas.
"Dan TNI adalah di bawah kendali operasi polisi. Maka logikanya uang itu datangnya kepada polisi," ucap TB.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin mengaku tiap anggota polisi yang menjaga areal PT Freeport Indonesia, Papua menerima Rp 1,25 juta per bulan dari perusahaan asal Amerika Serikat itu.
"Anggaran itu sebagai tunjangan dalam rangka pengamanan di obyek vital nasional (OVN). Kalau kita hitung per hari itu kan paling sekitar Rp 40 ribu. Kalau di Papua enggak bisa buat apa-apa itu," keluhnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: