Denny Indrayana: Pengetatan Remisi dan PB Sesuai Perundang-undangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Rabu, 02 November 2011, 20:53 WIB
Denny Indrayana: Pengetatan Remisi dan PB Sesuai Perundang-undangan
denny i/ist
RMOL. Kementerian Hukum dan HAM mengklaim kebijakan pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersayarat (PB) bagi narapidana korupsi tidak bertentangan dengan aturan.

"Ini sejalan dengan peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan rasa keadilan masyarakat," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana saat diwawancara Metro TV (Rabu malam, 2/11).

Ia membeberkan, soal pembebasan bersyarat Undang-undang mengatakan bahwa setiap tahanan bisa mendapatnya. Undang-undang juga mengatur, sebagaimana disebutkan Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2006, bahwa pemberian pembebasan bersyarat kewenangannya ada di menteri. Dengan kata lain, hal itu menjadi hak prerogatifnya menteri yang tentunya dijalankan dengan rasa keadilan.

"Betul bahwa ada hak narapidana. Tapi hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan remisi adalah hak yang bukan tidak dapat disimpangi. Buktinya dalam Undang-undang sebduru dikatakan syarat dan tata caranya diatur dengan peraturan pemerintah.  Bekas menteri hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra menyebut penjelasan Denny Indrayana tersebut tidak cukup. Sebab selama ini pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat sudah dilakukan.

"Karena ini (remisi dan PB) bukan hal yang tidak dapat disimpangi, yang kami lakukan adalah makin memperketat itu," elak Denny.

Apa dasar hukumnya?
 
"Dasar hukumnya terkait pembebasan bersyarat disebutkan atas pertimbangan Dirjen Pemasyarakat. Yang memberikan itu harus memperhatikan faktor keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat. Kami melihat rasa keadilan masyarakat sekarang terganggu dengan banyaknya remisi dan pembebasan bersyarat, kemudian tidak memberikan kesan penjeraan bagi para pelaku korupsi," jawab Denny.

Denny membantah kebijakan tersebut untuk menghalangi narapidana tertentu, diantaranya Paskah Suzetta agar tidak mendapat remisi. Menurutnya, kebijakan pengetatan sudah diambil sejak hari pertama dirinya dan Amir Syamsuddin dilantik jadi Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, atau sekitar pertengahan Oktober lalu dan mulai diberlakukan pada Minggu 30 Oktober kemarin.

"Iya, (berlaku) saat itu juga. Kami tidak menunjukkan kebijakan ini untuk menghalang-halangi pihak tertentu, tanpa melihat siapa atau partai apa," tandasnya. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA