Kasihan Mata-mata Presiden yang Cuma Ngekos

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 18 Oktober 2011, 12:40 WIB
Kasihan Mata-mata Presiden yang Cuma Ngekos
presiden sby/ist
RMOL. Sudah diduga, pemerintah diam-diam telah mengubah persyaratan wakil menteri yang tercantum di Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Dalam peraturan presiden yang baru, wakil menteri tidak harus pejabat eselon I-A. Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 yang sudah diteken pada 13 Oktober lalu.
Pakar tata negara, Margarito Kamis, mengatakan, walau pemerintah diam-diam merevisi demi menghilangkan kerancuan itu, tetapi tetap saja hal itu tidak akan mengubah kekacauan di kementerian-kementerian karena jelas wakil menteri tidak bisa mengambil kebijakan.

"Oleh UU, wakil menteri tidak diberi kewenangan merumuskan kewenangan. Dengan begitu sekreatif apapun pemerintah memperbaiki nomenklatur wakil menteri, itu tidak bisa mengubah kekacauan sekarang ini," katanya saat dihubungi sesaat lalu (Selasa, 18/10).
 
Kewenangan menteri untuk merumuskan kebijakan, menurutnya, diatur oleh UU. Dan di luar itu, tidak ada lagi aturannya sekalipun oleh Peraturan Presiden.

"Spekulasinya adalah wakil menteri ditugaskan untuk memata-matai menterinya. Selama ini presiden tidak punya kaki tangan untuk mengecek ini. Maka dia mengadakan jabatan baru. Spekulasi itu semakin masuk akal oleh karena jabatan wakil menteri itu jabatan karir tapi cara pengisiannya didahului panggilan ke Cikeas," terangnya.

Presiden pun dinilainya memotong penetrasi partai politik yang selama ini dianggap publik menjadi biang kerok penurunan kredibilitas pemerintah.

"Dia perbanyak mata-mata. Memotong penetrasi parpol. Tidak percaya menteri sehingga harus ada yang bisa awasi langsung," jelasnya.
 
Karena para wakil menteri itu diangkat sendiri oleh presiden, bukan melalui jalur biasa yaitu Tim Penilai Akhir pimpinan Wakil Presiden, Margarito mengatakan ada kemungkinan kontraksi yang besar di tiap kementerian yang punya wakil menteri pilihan presiden.

"Para Dirjen, Irjen, Sekjen akan bilang, 'Anda boleh diangkat presiden dan bisa dibilang jabatan karir. Tapi Anda orang politik, Anda cuma kos disini, bukan orang kita, kami ini tuan rumah disini," ungkapnya.

Pakar tata negara, Irman Putra Sidin, menegaskan pula bahwa pencalonan Wamen harus didorong menteri bersangkutan karena Wamen bukanlah pembantu presiden. Tapi kalau menteri tidak tahu menahu soal pencalonan wakilnya, maka pengangkatan Wamen bisa menimbulkan kontraksi tersendiri di kementerian-kementerian. Anehnya lagi, Wamen itu diseleksi oleh presiden layaknya staf khusus presiden.

"Wamen yang sekarang ini posisinya sebagai orang presiden atau orang pilihan presiden. Kalau sekadar menimbulkan dualisme di kementerian sih masih lumayan. Tapi kalau wakil menteri itu tidak diberi ruang bergerak yang besar atau dijepit oleh Dirjen, maka menciptakan konflik di kementerian itu," ujarnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA