POLING

Tepatkah RI-1 Membalas Surat Maling?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 22 Agustus 2011, 10:55 WIB
<I>Tepatkah RI-1 Membalas Surat Maling?</i>
presiden sby/ist
RMOL. Permohonan Muhammad Nazaruddin kepada Presiden SBY terjawab sudah. Memang, SBY tidak akan "menganggu" istri Nazaruddin. Tapi SBY sudah bersikap. Dia tidak akan mengintervensi penegakan hukum atas istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, yang jadi tersangka kasus korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim lengkap surat permohonan red notice Neneng Sri Wahyuni. Dan Mabes Polri mengirim red notice Neneng ke polisi internasional (Interpol).

Sikap SBY yang tidak mau mengintervensi hukum sudah berulangkali ditekankannya di depan masyarakat luas. Jadi, jika SBY membalas surat seorang tersangka korupsi sekadar untuk merepetisi komitmen itu, tentu ada rasa janggal di benak rakyat. Adakah yang spesial pada diri Nazaruddin sehingga surat pribadinya pada Presiden perlu mendapat respon langsung dari pribadi SBY?

Dari awal kasus Nazaruddin bergulir, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu memang memberikan perhatian khusus. Bagaimana tidak, eksistensi partai binaannya terancam setelah Bendahara Umum ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menggunakan APBN.

Nazaruddin merasa ditumbalkan. Setelah kabur ke luar negeri dan berstatus buronan, Nazaruddin berkicau. Para petinggi Demokrat diseretnya. Ketua Umum Anas Urbaningrum, Anggota Komisi X Angelina Sondakh, kader Demokrat di Badan Anggaran Mirwan Amir, sampai petinggi KPK Ade Rahardja dan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah ikut masuk pusaran dugaan korupsi. Suara Nazaruddin begitu merdu bagi telinga para penggiat pemberantasan korupsi. Tapi tentu saja menyakitkan di telinga para kader partai berlambang bintang mercy.

Tidak heran kalau Nazaruddin diperlakukan khusus karena sudah menyentil lingkaran dalam penguasa. Secara khusus, SBY dua kali meminta Nazaruddin pulang dari pelarian. Di beberapa kesempatan SBY meminta laporan khusus soal pencarian Nazaruddin. Bahkan di saat puluhan koruptor kakap lain ada yang belasan tahun bebas beredar di luar negeri, menangkap Nazaruddin jadi tugas utama yang diemban Menko Polhukam dan Kapolri.

"Saya mohon kepada Bapak agar segera memberikan hukuman penjara kepada saya tanpa perlu lagi mengikuti proses persidangan untuk membela hak-hak bagi saya. Saya rela dihukum penjara bertahun-tahun asalkan Bapak dapat berjanji Bapak akan memberikan ketenangan lahir dan batin bagi keluarga saya, khususnya bagi istri dan anak-anak saya. Perlu saya jelaskan bahwa istri saya adalah benar-benar seorang ibu rumah tangga yang sama sekali tidak mengetahui apapun yang berhubungan dengan kepartaian. Saya juga berjanji saya tidak akan menceritakan apapun yang dapat merusak citra Partai Demokrat serta KPK, demi kelangsungan bangsa ini." Demikian isi surat pribadi Nazaruddin kepada SBY, yang dikirimkan tim kuasa hukumnya ke Istana, Kamis (18/8).

Dari kata-kata pilihan di surat Nazaruddin itu (terlepas dari kontroversi siapa sebenarnya si penyusun), kuat kesan bahwa Nazaruddin lancang menilai SBY sebagai pemimpin eksekutif yang punya kebiasaan menyusupkan pengaruhnya ke proses penegakan hukum. Nazaruddin seolah berkata, jika SBY mau berkompromi dengan dirinya, maka Demokrat aman. Maka semua catatan aliran dana ilegal yang masuk ke Demokrat akan hilang sekejap dari ingatan sang mantan Bendahara Umum.

Tapi apakah perlu seorang Presiden menanggapi surat itu secara langsung? Mungkin di Indonesia inilah baru pertama kali terjadi seorang Presiden berkirim surat dengan tersangka korupsi yang meringkuk di tahanan. SBY "menggaruk (lagi)" yang tidak gatal?

Surat sebanyak dua lembar itu ditulis langsung oleh Presiden pada 20 Agustus 2011, malam. Menggunakan kop resmi Kenegaraan dengan bertanda tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nazaruddin adalah "the special one" (yang istimewa).

"Itu menurunkan derajat kepala negara. Harusnya cukup yang menjawab atas surat Nazaruddin adalah staf Presiden SBY seperti Denny Indrayana atau Jubir seperti Julian Aldrin Pasha," kata pakar komunikasi politik, Tjipta Lesmana menanggapi surat tertanggal 21 Agustus itu. Lagipula kata Tjipta, isi surat SBY sangat normatif. Oleh karenanya, jika SBY mau serius membalas kelancangan seorang Nazaruddin, adalah baik jika SBY menjawab dengan tindakan yang berwibawa sesuai porsinya sebagai seorang kepala negara dan kepala pemerintahan.

Di hari libur kemarin (Minggu 21/8), Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum, Denny Indrayana mengatakan, surat balasan diantarkan kurir kepada Nazaruddin. Di awal surat balasan dua halaman yang dibacakan Denny itu, SBY menegaskan tidak akan pernah mencampuri kasus yang tengah membelit Nazaruddin. Kepada Nazaruddin, Presiden juga menyampaikan keyakinannya bahwa KPK akan bekerja secara profesional, independen dan adil dalam menangani kasus mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu. SBY juga meminta Nazaruddin agar menyampaikan seluruh informasi yang diketahui kepada KPK agar menjadi bernilai di hadapan hukum dan agar persoalan menjadi jelas serta tuntas.

Di poling yang baru dibuka pagi tadi, Rakyat Merdeka Online memberikan kesempatan pada pembaca setia untuk menentukan jawaban atas pertanyaan: Tepatkah tindakan Presiden SBY membalas surat Nazaruddin, si special one itu?

Poling ini menggunakan metode one IP one vote dan hasil poling hanyalah gambaran dari sementara pembaca setia yang berpartisipasi, bukan sikap masyarakat umum.

Selamat memilih![ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA