Berikut Tanda-tanda Nazaruddin Terlibat dalam Penyelamatan SBY

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 16 Agustus 2011, 12:15 WIB
Berikut Tanda-tanda Nazaruddin Terlibat dalam Penyelamatan SBY
sby/ist
RMOL. Ketua KPK Busyro Muqodas, menyebut angka Rp 6,037 triliun, untuk tiga klasifikasi kasus Muhammad Nazaruddin. Padahal, sebelumnya publik hanya tahu Nazaruddin ‘bermain’ pada angka miliaran, dan itu pun cuma seputar kasus Wisma Atlet dan Hambalang.

Baru dua hari Nazaruddin di Indonesia mulai banyak tercium bau konspirasi guna menyelamatkan pihak-pihak yang perlu diselamatkan, dan konspirasi untuk membuat kasus menguap dan berlarut-larut penyelesaiannya.

Hal itu diutarakan Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa Nahrawardaya. Dia menyebut indikasi-indikasi kuat bahwa proses kepulangan Nazaruddin ke tanah air yang dipimpin oleh Tim Gabungan telah dikendalikan oleh Nazaruddin sendiri.

"Mulai dari penyerahan barangbukti tas merk Dunhill beserta isinya, pemilihan carter pesawat, hingga keengganan dia ditemui pengacara. Untuk apa sebuah topi (milik Nazaruddin) diselamatkan, sementara barangbukti flashdisk, CD, dan laptop malah ditinggalkan," kata Mustofa dalam penjelasan tertulis kepada Rakyat Merdeka Online, Selasa (16/8).

Sewa pesawat Rp 4 miliar juga mencurigakan. Menurut dia, bisa saja ide pencarteran pesawat bukanlah dari Tim Gabungan, melainkan berasal dari Nazaruddin sendiri. Hal itu mengingat pernyataan Duta Besar indonesia untuk Kolombia, Michael Menufandu, bahwa Nazaruddin sering mencarter pesawat untuk urusan persembunyian dan memindah-mindah keluarganya.

"Baru kali ini ada pemerintahan negara berpenduduk miskin 30,2 juta, bersedia menyewa pesawat seharga 4 miliar untuk menjemput buron. Yang paling masuk akal adalah, pesawat itu sengaja dipilih oleh Nazaruddin, karena dia sangat berkepentingan untuk pulang senyaman mungkin agar tidak terganggu dengan perhatian orang banyak jika menggunakan pesawat reguler," katanya.

Dia katakan, hampir 40 jam perjalanan Nazaruddin ke Indonesia, tentu terlalu lama dibanding jika menumpang pesawat umum. Argumentasi kepolisian bahwa carter pesawat dilakukan agar supaya perjalanan penjemputan berlangsung tidak lama, dan lebih aman, justru blunder.
 
Mustofa menyayangkan, Nazaruddin tampak sengaja tidak melakukan upaya hidup sehat dengan berbagai alasan, misalnya alasan takut diracun. Jika ke depan Nazaruddin kemudian dinyatakan sakit, dipastikan pemeriksaan akan ditunda. Dia khawatir, jika pemeriksaan ditunda-tunda dan polemik advokasi tidak segera berhenti, maka akan muncul pengalihan isu lain.

"Ketertutupan pemerintah dan penjagaan terhadap Nazaruddin yang berlebihan, akhirnya mengakibatkan aksi nekat anggota DPR RI Komisi III yang menerobos masuk ke Mako Brimob untuk menemui Nazaruddin. Anehnya, Mako Brimob, KPK, dan polisi serta Kemenkumham pun tak berkutik atas aksi anggota DPR tersebut. Dalam aksi ini, anggota DPR RI tampak emosional," jelasnya.

Ketiga, sejarah telah mencatat bahwa Mako Brimob bukanlah tempat paling aman untuk menginap tersangka Koruptor. Tempat itu masih hangat di ingatan kita, pernah punya aib jahat. Salah satunya, kasus Gayus Tambunan. Mantan pegawai pajak itu bisa bebas keluar masuk dengan bantuan para penjaga bahkan petinggi Mako Brimob.

"Anehnya, Nazaruddin kok masih tetap ditempatkan di sana. Kemungkinan paling besar, Nazaruddin telah mengatur semua itu. Penempatan Nazaruddin di Mako Brimob, bukan atas inisiatif murni para aparat kita, namun atas disposisi Nazaruddin sendiri," jelasnya.

Terakhir, Mustofa menerangkan, pengungkapan angka Rp 6, 037 triliun oleh KPK saat jumpa pers, sangat berpotensi mengaburkan substansi perkara Nazaruddin yang sebelumnya fokus pada kasus Sesmenpora dalam kasus suap Wisma Atlet dan Hambalang. 

Dengan angka superfantastis, akan menyeret Nazaruddin ke dalam penyelidikan dan penyidikan bertele-tele, sehingga berpeluang melupakan indikasi keterlibatan beberapa orang lingkungan istana, seperti Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallaranggeng, Edhie Baskoro, atau Angelina Sondakh. Dalam hal ini, Nazaruddin terlibat merancang penyelamatan nama baik SBY.

"Pengungkapan fantastisisme angka, hanya untuk membawa kasus Nazaruddin ke dalam arus proses hukum terkatung-katung, berlarut-larut dan akhirnya menguap hingga habisnya masa jabatan SBY 2014 mendatang. Keterlibatan Ibas, Andi Mallaranggeng, Angelina Sondakh maupun nama-nama lain di partai Demokrat dipastikan akan membawa implikasi terburuk bagi SBY untuk turun dari kursi Presiden, sebelum Pemilu mendatang," terang Mustofa.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA