Demikian dikatakan Staf Khusus Presiden SBY bidang Hukum, Denny Indrayana, saat mengisi diskusi Polemik Trijaya Network, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/8).
Dia jelaskan bahwa
whistle blower lebih umum. Diibaratkan, peniup peluit atau bisa juga dibilang pemukul kentongan, seorang
whistle blower adalah seorang yang punya informasi tentang kejahatan dan berbagi info dengan aparat hukum. Dan karena info itu membahayakan dirinya, maka dia masuk ke perlindungan saksi.
"
Whistle blower itu belum tentu penjahatnya," kata Denny.
Lanjut Denny, berbeda dengan
justice collaborator. Dia juga pelaku dan dia ingin membuka lebih luas pelakunya. Contoh paling gamblang adalah Agus Tjondro, terpidana kasus aliran cek pelawat ke DPR jelang pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda Goeltom.
Seorang
justice collaborator mengaku terlibat dalam kejahatan, mengajukan diri ke dalam proses hukum, sekaligus membawa bukti-bukti kejahatan lebuh besar yang bisa diverifikasi. Dia mengaku terlibat tapi juga mengembalikan semua uang korupsinya.
"Jadi ada kerjasama. Salah satu contohnya adalah Agus Cndro. Dia katakan dia punya info kasus cek pelawat dan dia beri info siapa saja yang menerima, KPK setuju, dia kembalikan uangnya, dia ikut diproses sebagai tersangka dan dia dituntut lebih ringan, divonis lebih ringan dan dia ditahan di LP yang dekat dengan rumahnya," urainya.
"Tidak semua yang punya info itu maka kita masukkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Semua lembaga hukum juga punya perlindungan saksi. Soal dimana kita sebaiknya menempatkan Nazaruddin, itu yang harus diverifikasi oleh KPK," begitu kata Denny.
[ald]
BERITA TERKAIT: