RMOL. Tidak hanya Mbah Miratun dan tiga saudaranya yang hidup mengenaskan di pedesaan Ponorogo.
Di Dusun Gupakwarah, Desa Krebet, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, sekitar satu kilometer dari kediaman Mbah Miratun, ada Saimun yang dikurung oleh ibunya selama lima tahun terakhir.
Si ibu, yang bersapaan Mbah Giyem, mengaku terpaksa tiap hari mengurung anaknya di dalam rumah karena putranya yang berusia sekitar 40 tahun itu sering menghilang dari rumah.
"Kalau saya lagi kerja di ladang, dia menghilang dari rumah. Kadang dia saya temukan lagi main di parit. Kalau kumat sering pergi sendirian malam-malam," kata Mbah Giyem yang telah lama hidup menjanda kepada Rakyat Merdeka Online, dengan dialek Jawa Timur diterjemahkan salah seorang penduduk sekitar.
Mbah Giyem kesusahan kalau anaknya itu menghilang. Tetangga-tetangganya pun ikut mencari-cari kalau Saimun sedang kambuh.
Sedangkan kakak Saimun, yang bernama Yadi, juga sudah lama mengidap keterbelakangan mental dan tidak bisa membantu banyak. Karena itulah dia mengurung Saimun di dalam gubuk reyot mereka dan meminta bantuan tetangga untuk ikut mengawasi.
"Dia juga suka mengacak-acak perabotan rumah," celetuk Mbah Giyem.
Saimun hanya diam membatu ketika Rakyat Merdeka Online (Minggu, 10/7) bersama beberapa wartawan lain dan staf Kementerian Sosial bertamu. Tatapannya kosong dan sesekali dia memperhatikan orang-orang yang berada di dekatnya. Kadang dia menutup wajahnya dengan sarung sambil tertawa kecil.
Kondisi hidup sehari-hari Mbah Giyem dan dua anaknya sangat memprihatinkan. Setiap hari mereka beraktivitas dalam gubuk bambu seukuran 3x5 meter. Perabotan seadanya. Mbah sehari-hari memasak dengan kayu bakar yang diambilnya sendiri dari hutan di dekat desa. Tidak ada kursi dan meja. Lantai rumah masih berupa tanah. Mbah Giyem mengaku, dia bersama Saimun dan Yadi setiap malam tidur di atas tanah beralas terpal kusam.
Dengan tangan ringkihnya, Mbah Giyem menyodorkan semua perabotan rumahnya yang merupakan hasil bantuan dari pemerintah daerah.
"Saya juga sering dapat bantuan beras dari pemerintah. Untuk makan sehari-hari biasanya nasi campur ubi," aku Mbah Giyem.
Mbah Giyem setiap hari bekerja di sawah orang lain untuk menghidupi dirinya dan kedua anaknya yang cacat mental. Di masa tuanya yang nahas, Mbah Giyem berjuang sendirian untuk bertahan di tengah kemiskinan yang akut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Desa Krebet adalah salah satu desa di Kecamatan Jambon, Ponorogo, yang lebih dari seratus warganya mengidap cacat mental maupun fisik.
Di desa tetangga, yang dulunya adalah bagian dari Krebet, yaitu Sidoharjo, ada sekitar lebih dari 150-an warganya yang mengidap cacat mental maupun fisik.
Kepala Desa Krebet, Jemiran, mengungkapkan, penyakit cacat mental layaknya wabah di Desa Krebet dan Sidoharjo selama dua tahun terakhir.
"Dari 841 warga disini (Desa Krebet), sekitar 104 orang yang terdata membutuhkan penanganan khusus. 60 persennnya cacat mental, sisanya fisik," umbar Jemiran.
"Fenomena ini sudah berlangsung lama. Ada mereka yang sejak lahir sudah cacat, tapi banyak juga yang cacat mental ketika dewasa. Sekitar dua tahun belakangan ini makin banyak. Tapi hanya akhir-akhir ini pemerintah pusat maupun daerah memberikan perhatian khusus," imbuhnya.
Dari hasil penelusuran ke berbagai sumber, diketahui bahwa keterbelakangan mental (retardasi mental) adalah keadaan fungsi kecerdasan umum yang berada di bawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri. Para penderitanya memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. Dan beberapa analisis medis menunjukkan, faktor penyebab keterbelakangan mental bisa, antara lain, pengaruh gizi terutama kurangnya asupan gizi yang mengandung yodium. Selain itu dipicu juga oleh perkawinan sedarah, faktor genetika (dari perkawinan sesama penderita), dan pengaruh lingkungan.
Staf pemerintahan Kecamatan Jambon, Sunardi mengakui, warga Desa Krebet dan Desa Sidoharjo memang belum begitu mengenal pengobatan modern dan tidak tahu mendalam soal apakah yang disebut "idiot" serta penyebabnya.
"Asupan gizi juga bisa jadi faktor, terutama karena warga disini sangat kekurangan yodium. Kadar yodium yang terkandung dalam asupat sehari-hari mungkin nol persen. Dan warga juga belum banyak mengetahui pengobatan modern. Makanya beberapa kali pemerintah daerah memasok dan mengkampanyekan yodium kesini," tuturnya. [yan]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: