Dari rapat dengar pendapat itu Komisi I mendapat masukan untuk menyikapi RUU draf pemerintah yang baru diterima mereka pertengah bulan Juni lalu. Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin, mengungkapkan, walaupun UU Kamnas dianggap tidak terlalu mendesak tapi diperlukan agar penyalahgunaan kekuasaan seperti yang terjadi di era Orde Baru tidak terulang lagi.
"Tapi subtansi dari RUU ini harus diperbaiki agar tidak melanggar HAM, membelenggu kebebasan pers, tidak berbenturan dengan UU lain, dan tidak berpotensi menimbulkan
abuse of power yang dapat menghasilkan pemerintahan yang tiran," kata TB Hasanuddin kepada
Rakyat Merdeka Online, Selasa (5/7).
Dia akui, dalam subtansi UU Kamnas dicurigai publik bakal menabrak rambu-rambu HAM dan kebebasan pers. Seperti dalam pasal 54 e dimana kuasa khusus yang dimiliki unsur Kamnas yaitu berupa hak menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa yang merupakan pelanggaran terhadap HAM.
Dalam pasal 59, menjadi
Lex Spesialis semacam payung yang menghapus UU lainnya termasuk UU nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 22 jo 23 memberikan peran terlalu luas kepada unsur BIN sebagai penyelenggara Kamnas. Pasal 10 , 15 jo 34 tentang darurat sipil dan militer sudah tak relevan lagi bila acuannya pada UU keadaan bahaya tahun 59 . Pasal 17 (4) menyatakan bahwa ancaman potensial dan non potensial diatur dengan Keputusn Presiden, yang menurut TB juga, sangat berbahaya bagi demokrasi dan sangat bersifat tiran.
Pada Pasal 17 ayat 2 (9) ancaman yang berupa diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi, jadi kalau terjadi ketidaksepakatan tentang pembuatan aturan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah menganggapnya sebagai ancaman .
"Pasal-pasal ini sangat membahayakan kehidupan dan tatanan bernegara. Dan banyak pasal-pasal karet lainnya yang dapat diselewengkan oleh penguasa demi kepentingan politiknya," pungkasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: