Tapi, kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi yang melibatkan oknum-oknum MK dan KPU memberi sinyal tajam bahwa wasit demokrasi telah terlibat "persekutuan haram" dengan berbuat curang dan berperilaku penuh ketidakadilan untuk memenangkan "pemain-pemain" tertentu. Mahkamah Kontitusi yang lahir dan dibentuk atas tuntutan reformasi dan diharapkan dapat menjadi "infus" dalam penegakan hukum Indonesia, kini justru telah menjadi persoalan baru dan menambah daftar cacat penegak hukum.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPP Permahi) Windu Wijaya menyatakan kegeramannya. Dia tegaskan, kasus surat palsu MK yang diduga melibatkan oknum-oknum MK dan KPU merupakan ancaman besar terhadap demokrasi Indonesia.
"Itu bentuk pembajakan terhadap nilai demokrasi dan kejahatan terhadap cita-cita konstitusi. Mereka yang terlibat dalam surat palsu MK tersebut adalah penjahat-penjahat demokrasi dan konstitusi," tegas Windu dalam pernyataan ke
Rakyat Merdeka Online, Kamis (30/6).
Bila kemudian masih banyak rakyat di Republik Indonesia ini bertanya mengapa transisi menuju demokrasi dari rezim otoriter orde baru tak mampu menghasilkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, maka menurutnya, jawaban yang tepat adalah karena perilaku ketidakadilan wasit demokrasi. Dan jangan heran bila kemudian anggota DPR dan Presiden sebagai peserta pemilu juga tidak mampu menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Krisis keadilan terjadi di Indonesia, negara hukum yang sedang terhukum ini. Kasus surat palsu MK tersebut memperlihatkan pada kita bahwa dunia lembaga negara Indonesia adalah dunia tanpa integritas," ucapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: