EKONOMI RAKYAT

Adhie Massardi Memilih Buka Kedai Waffle dan Pancake

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Sabtu, 02 April 2011, 09:14 WIB
Adhie Massardi Memilih Buka Kedai Waffle dan Pancake
RMOL. Selain di forum-forum politik dan pergerakan, Adhie M Massardi belakangan ini juga sering nongkrong di Taman Kuliner di Jati Waringin, Kali Malang, Jakarta Timur. Kadang bahkan hingga larut malam. Tapi bukan untuk menikmati aneka makanan yang dijajakan di sini.

Rupanya jubir Presiden RI ke-4 (KH Abdurrahman Wahid) ini buka kedai di Taman Kuliner. Berukuran 2x3 meter, kedai milik Adhie diberi nama “AN’s Waffle & Pancake”. Sesuai dengan namanya, menu utamanya memang aneka waffle dan pancake. Sedangkan AN’s adalah inisial nama ketiga anaknya yang mengelola kedainya: Agi, Nikki dan Soca.

“Ada dua hal kenapa saya buka kedai ini. Pertama, tentu saja, sebagai matapencarian untuk keluarga. Karena jalan hidup saya sangat penuh risiko. Sehingga kalau terjadi apa-apa, ekonomi keluarga bisa terjaga. Kedua, kedai ini merupakan indikator paling persis untuk mengukur perekonomian rakyat,” tutur aktivis Gerakan Indonesia Bersih ini.

Lalu apa hasilnya? Dalam dua bulan terakhir, menurut pengamatan Adhie, perekonomian rakyat sekarang ini benar-benar memrihatinkan.

“Ada 12 kedai di Taman Kuliner ini. Kami merupakan bagian dari UKS, usaha kecil sekali. Harus berjuang sendiri mempertahankan kelangsungan usaha. Alih-alih dapat bantuan pemerintah, dalam kondisi pendapatan yang terus merosot, kami tetap harus bayar pajak. Ini keterlaluan,” katanya.

Penyair Negeri Para Bedebah ini mengaku pernah mengadukan soal pajak ini langsung pada Menkop UKM Syarif Hasan.

“Saya bilang pada Syarif Hasan, bila pemerintah tidak sanggup menaikkan pendapatan rakyat, bebaskan pajak para pelaku usaha kecil sekali seperti pemilik kedai di Taman Kuliner ini. Apalagi selama ini kan perpajakan dikuasai oleh para mafia. Kepada saya, Menkop mengaku pernah membicarakan masalah (pajak) ini dengan Menkeu. Tapi realisasinya masih zero,” ungkap Adhie.

Padahal selain pajak yang 10 persen, para pedagang di Taman Kuliner ini masih harus bayar management fee dan service charge masing-masing 10 persen. Padahal selain itu, secara rutin harus bayar listrik dan sewa tempat.

“Ini memang kesaksian yang mengerikan. Tapi inilah yang membuat saya tetap semangat untuk terus bergerak bersama teman-teman di jalanan,” pungkas Adhie.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA