BBM

Hendri Saparini: Pemerintah Tidak Pernah Pikirkan Kesiapan Ekonomi Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 10 Maret 2011, 11:25 WIB
Hendri Saparini: Pemerintah Tidak Pernah Pikirkan Kesiapan Ekonomi Rakyat
RMOL. Bisa diduga, pemerintah hanya pertimbangkan dua opsi paling mudah dan memberatkan ekonomi rakyat. Dua opsi itu untuk merespons kenaikan harga minyak dunia yang telah menembus USD 113,75 per barel, jauh di atas asumsi APBN.

Menurut pengamat ekonomi, Hendri Saparini, dua opsi yang paling mudah itu adalah menaikkan harga premium dalam pengaturan BBM bersubsidi atau mewajibkan kendaraan pribadi beroda empat beralih ke pertamax dan penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali.

"Kalau sekarang ini opsi yang dipikirkan adalah pembatasan atau menaikkan harga dengan alasan mengurangi beban APBN. Tapi pertanyaan besarnya, apakah pemerintah memikirkan kesiapan ekonomi rakyat?" ujar Hendri saat berdialog dengan Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Kamis, 10/3).

Hendri mengingatkan, Indonesia tidak hanya menghadapi krisis energi, tapi juga krisis pangan sejak tahun lalu. Salah besar jika pemerintah hanya berkutat pada dua opsi termudah di atas, yang notabene hanya berfokus pada pengurangan subsidi untuk rakyat. Padahal, pemerintah tidak pernah merealisasikan koreksi tata niaga perminyakan nasional.

"Dari 2005, koreksi itu ditunda. Padahal, kalau tidak dilakukan APBN kita bisa kita jebol. Selalu saja pemerintah melakukan pencabutan subsidi. Untuk kurangi beban APBN, selalu yang lampunya nyala adalah anggaran subsidi," sesal Hendri.
 
Hendri memaparkan beberapa poin solusi yang lebih radikal dalam perbaikan tata niaga migas nasional. Pertama, beban APBN yang tadinya dibebankan pada pusat saja, harus mulai dibagi dengan pemerintah daerah. Kedua, sharing beban kepada kreditor, negara atau lembaga pemberi utang. Ketiga, pembersihan broker dan pemburu rente minyak. Beban di sektor migas, menurutnya, akan jauh lebih murah bila minyak dunia tidak dibeli lewat mafia minyak.

Langkah lain adalah sharing dengan kontraktor minyak, agar kebiasaan mengekspor hasil eksplorasi dari bumi Indonesia lebih difokuskan pada kebutuhan dalam negeri.

"Untuk melakukan itu semua tergantung keberanian dan kemauan pemerintah. Sampai sekarang itu belum ada karena semua dianggap given dan tak bisa diubah sehingga pemerintah hanya bisa mengubah beban subsidi BBM itu," tukas Hendri.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA