Menurut kajian yang dilakukan Transparancy Internasional Indonesia, terbukti, dari 10 ribu orang responden yang disurvei, 600 responden mengaku mengetahui keberadaan aturan PTSP itu, sementara sisanya mengaku tidak tahu.
"Dari 600 itu, empat diantaranya pernah menggunakan
One Stop Service," ujar Peneliti Tata Kelola Ekonomi TII Putut Aryo Saputro, kepada wartawan di kantor TII, Jalan Senayan Bawah, Jakarta Selatan (Minggu, 30/1).
Persoalan lain yang ditemukan dalam kajian yang dilakukan Juli-November 2010 di tiga daerah, DKI Jakarta, Banjarbaru dan Balikpapan itu, kelemahan pelaksanaan PTSP juga timbul karena ketiadaan visi dan komitmen pejabat terhadap penyelenggaraan PTSP, ketidaksesuaian Perda dengan aturan yang lebih tinggi, belum ada standar tarif dan batas waktu di masing-masing OSS, dan tidak adanya
complaint handling mechanism.
"Juga karena tidak ada
reward and
punishment, dan ketidakjelasan rekrutmen pegawai PTSP sendiri," tambahnya.
Padahal, katanya, PTSP sangat penting karena secara fundamental akan mampu meningkatkan efisiensi perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing nasional. Seharusnya pemerintah melakukan berbagai agenda, agar pelaksanaan PTSP berjalan optimal sehingga ada sinkronisasi aturan daerah dengan aturan nasional.
"Segera membuat
complaint handling mechanism baik internal maupun eksternal. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam pelayanan. Dan melakukan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan," demikian Putut.
[yan]
BERITA TERKAIT: