Hary Tanoe digugat Mbak Tutut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tandingan secara ilegal dan tanpa izin dari Mbak Tutut selaku pemilik mayoritas saham PT CTPI. PT Cipta Televisi Republik Indonesia (PT CTPI) didirikan pada tanggal 23 Maret 1990 dengan pemegang saham utama adalah Group Siti Hardiyanti Rukmana.
Kubu Hary Tanoe sempat meminta Majelis Hakim PN Jakpus menghentikan kasus ini dengan dalih gugatan Mbak Tutut lebih pas diajukan ke badan arbitrase. Namun, permintaan Hary Tanoe ditolak Majelis Hakim. Hakim PN Jakpus tetap akan melanjutkan kasusnya.
Kuasa hukum Mbak Tutut, Hary Ponto mengatakan, saksi kunci yang dihadirkan PN Jakpus besok (Rabu,16/12) akan membuktikan bahwa Hary Tanoe merebut saham TPI dengan cara sabotase instalasi negara Sisminbakum.
“Besok dia akan berikan kesaksian, bahwa telah terjadi pemblokiran†kata Hary Ponto dalam siaran persnya kepada
Rakyat Merdeka Online di Jakarta, Rabu (15/12).
Menurut Hary Ponto, Mbak Tutut selaku pemilik TPI menggelar RUPSLB dengan agenda mengganti jajaran direksi dan komisaris pada 17 Maret 2005. Namun anehnya, saat didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM RI, RUPSLB tersebut ditolak. Akibatnya, RUPSLB Mbak Tutut tidak tercatat secara legal di Depkum HAM. Belakangan terungkap penolakan itu karena instalasi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dikelola oleh perusahaan milik Hary Tanoe yaitu PT. Sarana Rekatama Dinamika.
Menurut Hary Ponto, karena ingin menguasai saham Mbak Tutut secara ilegal dan melawan hukum, Hary Tanoe memanfaatkan perusahaannya PT SRD untuk memblokir RUPS Mbak Tutut. Anehnya lagi, para mantan Direksi PT CTPI yang telah dipecat Mbak Tutut, menggelar Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tandingan keesokan harinya.
RULBPS tandingan ini hanya dihadiri oleh Hary Tanoe (PT Berkah Karya Bersama), yang mengaku-ngaku sebagai kuasa dari seluruh pemegang saham PT CTPI dan mengambil keputusan yang mengatas-namakan keputusan seluruh pemegang saham PT CTPI. Padahal kuasa Berkah tersebut sudah dicabut oleh Mbak Tutut pada 16 Maret 2005.
Ironisnya, RULBPS yang digelar secara ilegal, yang tidak diakui pemegang saham mayoritas saat itu, Mbak Tutut, justru bisa didaftarkan dalam SISMINBAKUM dan kemudian mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum & HAM. Berdasarkan RUPSLB "tandingan" tersebut, Hary Tanoe dan Direksi PT CTPI yang ditunjuknya kemudian mengadakan lagi sejumlah RUPS/RUPSLB yang kesemuanya lancar masuk ke SISMINBAKUM.
Itulah awal silang sengkarut masalah TPI, dimana Mbak Tutut kehilangan saham di TPI sementara Hary Tanoe bisa menguasai TPI dengan cara menyalahgunakan pengelolaan instalasi negara melalui pengelolaan Sisminbakum oleh PT SRD.
Menteri Hukum dan HAM RI saat ini Patrialis Akbar dalam investigasinya, menemukan adanya pemblokiran instalasi negara Sisminbakum tersebut dan kemudian membatalkan pengesahan-pengesahan bagi akta-akta TPI versi Hary Tanoe.
Selain itu di persidangan kasus korupsi Sisminbakum oleh pemilik SRD muncul pengakuan mengagetkan dari Dirut PT. SRD, perusahaan milik Hary Tanoe, Yohanes Waworuntu, bahwa ia memang diperintahkan oleh Hary Tanoe untuk memblokir akses pendaftaran RUPSLB Mbak Tutut.
Hubungan Mbak Tutut dengan Hary Tanoe bermula saat krisis moneter menghantam sejumlah perusahaan di Indonesia. PT. CTPI, sama seperti perusahaan- perusahaan lain di Indonesia pada waktu itu, juga mengalami kesulitan keuangan.
Pada tahun 2002, Mbak Tutut bekerja sama dengan Hary Tanoe (investor) untuk secara bersama-sama menyelesaikan utang-utang TPI, dengan porsi penyelesaian yang telah disepakati masing-masing.
Mbak Tutut menyelesaikan sebagian utang, Hary Tanoe menyelesaikan sebagiannya lagi. Saat itu, Hary Tanoe berjanji menyiapkan dana tunai sebesar US$ 55 juta sebagai bagian kewajibannya. Apabila kerja sama tersebut berjalan mulus sesuai yang disepakati di awal kerja sama, maka di akhir kerja sama, setelah dilakukan perhitungan, Hary Tanoe berhak mendapat 75% saham TPI.
Namun kerjasama tersebut tidak berjalan mulus, karena Hary Tanoe tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti yang dijanjikan. Oleh karena itu, Mbak Tutut bersedia mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan oleh Hary Tanoe berikut keuntungannya.
Melihat adanya penawaran tersebut, Hary Tanoe tidak mau melepaskan TPI dan justru secara melawan hukum akan menyelenggarakan RUPSLB TPI, padahal jelas-jelas Hary Tanoe bukan pemegang saham TPI, dengan menggunakan surat kuasa Mbak Tutut yang sudah dicabut.
[wah]