Perlu diketahui, kevakuman berkepanjangan kepemimpinan di ketiga lembaga penegak hukum mendorong SBY kala itu mengambil tindakan-tindakan politik seperti membentuk Tim 8 dan membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Menurut Ketua Badan Pekerja Setara Institute, Hendardi, sekalipun dua institusi
ad hoc itu memiliki mandat spesifik untuk mengatasi praktik mafia hukum, niatan SBY ditangkap publik kurang tulus.
"Kinerja Satgas sejak awal lebih menyerupai agen pencitraan politik penguasa di bandingkan sungguh-sungguh bekerja memberantas mafia hukum," ujarnya dalam pernyataan yang diterima
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Selasa, 30/11).
Akhir-akhir ini, kinerja Satgas justru terkesan menunggangi kasus Gayus Tambunan untuk kepentingan politik penguasa untuk menekan lawan-lawan potensial.
"Penyelesaian kasus Gayus menjadi semakin tidak jelas, karena kegemaran Satgas melakukan intervensi ke institusi-institusi hukum yang memiliki mandatori memberantas mafia hukum," tegas mantan Ketua PBHI ini.
Menurutnya, momentum penetapan tiga pimpinan lembaga penegak hukum, harus dimanfaatkan untuk menyudahi kontroversi penanganan kasus Gayus dan mafia hukum lainnya oleh Denny Indrayana Cs. Jika Polri terlanjur tidak dipercaya, segera kasus Gayus diambil alih oleh KPK.
Ia tegaskan saat ini Satgas sudah tidak relevan, karena lebih penting memperkuat dan mendukung institusi hukum yang legal dan konstitusional. Selain menimbulkan kontroversi, keberadaan Satgas telah memantik ketegangan politik baru yang justru tidak produktif bagi pemberantasan mafia hukum.
"Pembubaran Satgas juga untuk menjaga aparat penegak hukum tidak mengalami demoralisasi akibat intervensi berlebihan Satgas," pungkasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: