KOMENTAR PEMBACA

Tak Mungkinlah SBY Ditangkap Pengadilan Londo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Rabu, 06 Oktober 2010, 13:23 WIB
<i>Tak Mungkinlah SBY Ditangkap Pengadilan Londo</i>
presiden sby/ist
RMOL. Keputusan Presiden SBY menunda kunjungan ke Belanda mengundang beragam sikap. Secara umum, sikap publik terhadap keputusan yang tiba-tiba itu dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, mendukung; kedua, menyesalkan dan bahkan menyalahkan.

Seorang pembaca yang menggunakan nama Mbah Hadi Soemarto mengapresiasi keberanian Presiden SBY. Ia membandingkan penundaan kunjungan itu dengan sikap tegas Soeharto terhadap JP Pronk, ketua Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) atau lembaga pemberi utang kepada Indonesia saat itu.

“Setelah era Bung Karno, baru Pak Harto berani menggebrak si Pronk IGGI van belanda dan sekarang SBY berani menolak datang ke Belanda. Selamat Pak SBY. Anda membuat kita bangga jadi bangsa Indonesia. Biarkan (sensor, red) yang tidak suka menggonggong, kafilah tetap lanjutkan!”

Pembaca yang menggunakan nama Imam Tjahjono juga menyampaikan pujian senada.

“Saya kira Bapak Presiden tidak perlu merasa rugi tidak jadi ke negari Belanda. Putusan beliau untuk tidak berangkat sudah tepat, sebab pengadilan HAM International bisa menangkap Presiden walaupun negara Belanda menjamin immunitas Presiden. Ditunda pun jangan karena yang mengundang hanya Ratu dan Perdana Menteri Belanda. Jadi mengapa kita musti berkorban, apa kita mau tetap percaya sama Belanda, apa kita tidak ingat apa yang dilakukan Belanda selama 350 tahun?. Sudahlah jangan sampai rakyat Indonesia mengumumkan perang dengan Belanda kalau Presiden kita ditangkap disana. Semoga tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Salam.”

“Orang-orang Belanda paling bawah kelasnya di tengah lingkungan western-society di negara Eropa,” tulis pembaca yang menggunakan nama Jonny Keling.

“Dan sudah terkenal licik dan sering bermuka-dua, serta tidak fair dan ada tujuan-politis tertentu terhadap bangsa indonesia. Jangan-jangan mereka memakai kematian Munir dengan seakan-akan paling cangggih meng-autopsi jasad Munir, sehingga menjadikan polemik berkepanjangan atas kematian Munir. Peristiwa ini sangat merugikan bangsa Indonesia tetapi menguntungkan tujuan-pecah-belah-bangsa bagi Belanda. Peristiwa RMS sejak dulu memang dipelihara oleh pemerintah Belanda untuk memecah-belah NKRI kita,” lanjutnya.

“Kita harus berani dan tegas terhadap bangsa Belanda yang sudah licik sejak dulu kala. Kalau perlu persoalkan pelanggaran HAM Westerling di Sulawesi jaman dulu agar Belanda tahu diri, dan jangan sok hanya mereka pembela HAM, padahal bangsanya juga pelanggar HAM berat dengan peristiwa Westerling,” demikian Jonny Keling.

Dari kelompok yang berbeda, “Swan” mempertanyakan keberanian SBY yang berlatar belakang militer. Tulisnya:

“Lha wong penjenengan itu berlatar belakang militer, bertubuh gagah perkasa, kok digertak sama RMS aja kecir (takut sambil gemetar). Sungguh sangat memalukan. Aku malu buanget. Dinalar aja tak mungkinlah ditangkep sama pengadilan Londo. Sampeyan itu punya kekebalan diplomatik, dilindungi konvensi internasional. Lihatlah Mas Ahmadinejad berani datang dengan gagah ke Amrik, pidato di PBB, menjadi kebanggaan rakyatnya. Tapi kalau sampeyan malah menjatuhkan hargadiri bangsa!”

Pembaca lain yang menggunakan nama Halim curiga SBY sedang mencari judul lagu baru. Tulisnya:

“Haha, SBY tidak mengerti hukum. Tertipulah rakyat yang memilih pemimpin yang buta hukum. SBY punya momen yang sangat bagus untuk menuntut Belanda agar RMS di bubarkan di negeri kincir. Tapi apa daya SBY hanya tau mencari judul lagu doang. Tunggu dulu, SBY mau naikkan anggaran untuk pidato kenegaraan. Presiden lebay, taunya hanya citra.”

Wak Sengat, demikian seorang pembaca menamakan diri, lain lagi. Ia mencurigai ada gerakan pembusukan di sekitar SBY.

“Selamat pagi Mas SBY. Masih punya harga diri ya. Saya kira tidak punya lagi. Bisikan dari siapa sampai Anda tidak jadi ke Belanda. Tolong eling lan waspodo. Person sekeliling Anda bukan para profesional. Mereka adalah kaum petualang. Jadi tolong Anda tahajud; benar atau tidak saran saya ini. Kami prihatin mendalam atas kondisi orang-orang di sekeliling Anda. Saya yakin begitu Anda katakan batal ke Belanda Anda merasa bukan sebagai Presiden Negara Republik Indonesia, Anda merasa sebagai militer tulen. Tolonglah sebelum bicara dipikir dulu. Bukan setelah Anda bicara jadi bahan pergunjingan dalam negeri maupun luar negeri. Bisa jadi untuk ke Australia Anda pun takut dituntut separatis Papua Merdeka. Kok tidak eling lan waspodo terhadap orang sekeliling Anda. Aduh biyung, piye negeri ku ini.”

Bagaimana komentar Anda? [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA