Staf Khusus Presiden yang membidangi masalah hukum, Denny Indrayana, bersikeras mengatakan Hendarman masih sah menjabat sebagai Jaksa Agung. Adapun Hendarman mengatakan dirinya tidak akan mundur hanya karena putusan MK itu dan masih menunggu Keputusan Presiden mengenai pencopotannya.
Fakta itulah yang menyebabkan anggapan di sebagian kalangan aktivis dan pengamat hukum bahwa Presiden telah melanggar konstitusi, bahkan dapat dibilang makar.
Apakah istilah itu tepat atau tidak, yang pasti tuduhan itu cukup serius. Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman, bahkan sempat terkejut dengan penggunaan istilah makar itu.
"Kata siapa, siapa yang bilang?" tanya Benny saat dihubungi
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 24/9).
Benny menyebut para aktivis yang menyebut SBY makar adalah kelompok orang yang tidak mengerti UU, tidak paham tugas Mahkamah Konstitusi.
"Tapi karena ini negara yang menghargai kebebasan berbicara ya biarkan saja," ujarnya.
Benny bersikukuh, putusan MK itu tidak memiliki konsekuensi dimana Presiden harus segera mencopot Hendarman Supandji.
"Itu tidak masalah (Hendarman belum dicopot dari jabatan)," jelasnya.
Lalu apa makna putusan MK bagi Benny?
"Itu berarti UU (masa jabatan Jaksa) harus diperbaiki," singkatnya.
"Mereka yang bilang makar itu tidak mengerti konstitusi, dan anak-anak itu perlu belajar lebih banyak," tegasnya.
Seperti diketahui, kalangan aktivis dari berbagai kelompok menyayangkan sikap keras Istana tentang jabatan Hendarman. Kelompok Petisi 28, misalnya, SBY sudah melakukan "makar" karena menolak putusan MK.
Untuk membahas "makar"-nya SBY ini, kelompok yang dimotori Haris Rusly itu akan menggelar dialog di Doekoen Coffee, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, nanti siang (Jumat, 24/9).
[ald]
BERITA TERKAIT: