Pendapat itu diungkapkan salah seorang alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) angkatan 1974, Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Rabu, 22/9).
"Kalau ada perpecahan, berarti sebelumnya ada persatuan. Ini sejak dari setelah reformasi dulu, purnawirawan tak bersatu dalam konteks sikap politik terhadap pemerintah," tegas mantan jenderal yang biasa dipanggil TB ini.
Ia mengatakan, keadaaan di dalam lingkungan para mantan jenderal pasca reformasi bergulir amat berbeda dengan situasi pada jaman Ode Baru berkuasa, dimana mereka solid mendukung pemerintah berkuasa.
TB menekankan bahwa sebagai warga negara biasa, seorang purnawirawan TNI boleh menyampaikan kritik terhadap siapapun pemimpin negeri ini. Dalam konteks berdemokrasi, tak ada istilah diskriminasi.
"Menurut hemat saya mengkritik pemerintah sah-sah saja. Tak perlu dibawa soal angkatan-angkatan," tegasnya.
Ia menegaskan pula, jika seorang mantan jenderal mengkritik atas nama angkatan Akabri, itu belum tentu benar. Angkatan-angkatan di purnawirawan tidak memiliki garis komando dan sikap politik di antara personelnya pasti sangat beragam.
"Kecuali dia ada di partai seperti kami. Kalau mereka (yang mengatasnamakan angkatan) tidak bisa digeneralisir bahwa semua angkatannya satu suara dengan mereka," imbuh TB yang kini berpolitik di PDI Perjuangan.
Sudah diketahui publik, perbedaan pandangan terhadap kinerja pemerintahan SBY di kalangan purnawirawan TNI terus terjadi.
Contohnya, mantan wakil presiden Jenderal (purn) Try Sutrisno yang kini memimpin Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri beberapa waktu lalu meminta agar pemerintahan SBY dimakzulkan.
Adapun teman seangkatan SBY, alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) angkatan 1973 yang dimotori Letjen (purn) Romulus Simbolon menganggap manuver Try Cs itu berbahaya dan dapat memecah belah persatuan purnawirawan.
[ald]
BERITA TERKAIT: