Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Yogi Soehandoyo, menyatakan itu ketika dihubungi
Rakyat Merdeka Online, Selasa (21/9).
"Pemberantasan korupsi itu membutuhkan
political will dari penguasa," tegas Soehandoyo.
Sedangkan saat ini, Soehandoyo mengatakan, kemauan politik pemerintah masih setengah hati, sehingga amat minim mendukung tugas Kejaksaan Agung di bawah pimpinan Hendarman.
"Selain harus ada
political will, UU juga tidak boleh diskriminatif," jelasnya.
Ia membandingkan, UU Komisi Pemberantasan Korupsi dengan UU Kejaksaan. Menurutnya, terdapat kesenjangan amat jauh dalam soal kewenangan. Tak heran bila sebagian besar masyarakat menaruh pujian pada KPK, dan melemparkan tuduhan ke Kejaksaan dalam hal pemberantasan korupsi.
"Sekarang ada kelompok tertentu memuji KPK. Loh, KPK itu memiliki wewenang lebih karena punya payung hukum. Di sisi lain,
political will pemerintah tidak mendukung sepenuhnya Pak Hendarman dan UU Kejaksaan sangat diskrimintaif kalau dibandingkan dengan UU KPK," ungkap politisi Hanura ini.
Selain soal kemauan politik dan UU yang tidak mendukung, mantan orang dalam kejaksaan ini menambahkan, permasalahan anggaran pun menjadi hambatan tersendiri dalam kerja-kerja para jaksa.
"Sangat jauh perbedaan gaji seorang jaksa di KPK dengan jaksa di Kejaksaan," imbuh Soehandoyo.
Kendati begitu, Soehandoyo tetap meminta SBY menjelaskan sendiri pada masyarakat alasannya merencanakan penggantian Jaksa Agung.
[ald]
BERITA TERKAIT: