Robert: Sikap Kemanusiaan Patrialis Dipertanyakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Jumat, 27 Agustus 2010, 16:08 WIB
Robert: Sikap Kemanusiaan Patrialis Dipertanyakan
RMOL. Pembebasan terpidana kasus korupsi Syaukani Hassan diikuti pembebasan terpidana kasus korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Aulia Pohan, Maman Soemantri, Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin jelas merupakan skandal hukum yang memalukan.

Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) mengajak elemen masyarakat sipil untuk terus menggugat keputusan pemerintah di balik skandal ini. Sekjen P2D Robertus Robert mengatakan, dua alasan yang kerap disampaikan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar jelas didasarkan pada argumen yang mengada-ada.

Dalam berbagai kesempatan, Patrialis mengatakan bahwa pembebasan itu telah memenuhi prosedur hukum, dan didasarkan pada argumen “kebajikan” menjelang Lebaran.

“Dari segi aturan, terutama aturan pembebasan bersyarat dan aturan mengenai grasi, perlakuan istimewa terhadap para terpidana itu memang terkesan wajar dan sesuai aturan. Namun demikian, di luar prosedur hukum di atas, pembebasan bersyarat hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). Khusus untuk kasus korupsi keanggotaan tim tersebut terdiri dari Dirjen Pemasyarakatan dan KPK,” ujar Robertus sambil menambahkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setidaknya untuk kasus Aulia Pohan, tidak pernah dilibatkan dalam pertimbangan pembebasan itu.

“Pada titik inilah pemberian status bebas bersyarat ini cacat hukum dan meragukan. Bahkan, untuk pemberian bebas bersyarat kepada Aulia Pohan, KPK merasa terkejut dan merasa tidak dilibatkan dalam sidang TPP. Jadi sangat jelas bahwa pemberian status bebas bersyarat ini sangat tidak akuntabel dan cenderung terjadi di bawah tangan,” katanya lagi.

Argumen kemanusiaan yang disampaikan Patrialis pun mengada-ada karena bersifat parsial dan jauh dari prinsip fairness. Apalagi, alasan itu digunakan untuk terpidana yang telah terbukti merugikan negara dalam skala besar. Sementara pada saat yang sama, masih banyak terpidana yang dari segi usia, kesehatan dan tingkat pelanggaran yang lebih ringan yang lebih tepat untuk diberikan perhatian serupa. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA