Gejolak Ekonomi Global

Masih Mampukah Dolar Menjadi Tumpuan Mata Uang Dunia?

Oleh: Nurmadi H. Sumarta*

Minggu, 04 Mei 2025, 14:58 WIB
Masih Mampukah Dolar Menjadi Tumpuan Mata Uang Dunia?
Dolar AS/Ist
SEJAK pertama kali diperkenalkan pada 1914, dolar Amerika Serikat (USD) mulai mendominasi di tingkat global. Seluruh negara di dunia, menjadikan dolar sebagai mata uang rujukan (refference currency), termasuk Indonesia mengacu pada mata uang dolar AS.

Konversi antara mata uang atau nilai tukar biasa dikenal sebagai kurs, yaitu satu satuan mata uang rujukan dinilai berapa satuan mata uang lain. Pergerakan kuat atau lemahnya suatu mata uang negara lain (naik dan turun) termasuk rupiah selalu dikaitkan pada mata uang USD.

Bagaimana perjalanan USD hingga menjadi mata uang utama yang menjadi rujukan mata uang di berbagai negara?

Pada awal abad ke-20, sistem mata uang dunia masih didominasi oleh poundsterling Inggris (Great Britain Pounsterling/GBP) dan standar emas, walaupun kondisi ekonomi Amerika Serikat kala itu sedang kuat.

Namun saat Perang Dunia I pecah pada tahun 1914, banyak negara yang meninggalkan standar emas untuk membiayai kebutuhan perang. Saat itu ekonomi AS dengan kemampuan produksinya sudah lebih unggul mulai menggeser Inggris dan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Memang, saat itu Inggris dengan tanah jajahan di berbagai belahan dunia masih menguasai pusat perdagangan dunia dan mayoritas transaksi perdagangan dunia masih menggunakan poundsterling.

Kemudian sebagian besar negara maju juga mematok mata uang mereka ke emas untuk menciptakan stabilitas dalam pertukaran mata uang.

Tiga tahun setelah perang, Inggris yang dengan teguh berpegang pada standar emas untuk mempertahankan posisinya sebagai mata uang terkemuka dunia, mendapati dirinya harus meminjam uang dan berhutang untuk pertama kalinya.

Situasi ini menyebabkan devaluasi terhadap mata uang poundsterling dan emas.

Dampaknya, banyak negara yang meninggalkan emas dan Inggris terpaksa meminjam uang untuk pertama kalinya dalam tiga tahun berperang untuk mempertahankan posisi poundsterling sebagai mata uang terkemuka di dunia.

Dengan beralihnya sebagai mata uang rujukan, USD kemudian resmi menjadi mata uang cadangan dunia. USD ini memang langsung melejit ketika pertama kali dicetak pada 2014.

The Fed didirikan oleh Federal Reserve Act tahun 1913. Bank sentral AS ini hadir menyatukan kekuatan ekonomi negara, karena sebelumnya sistem mata uang di AS tersebut tidak stabil, karena uang kertas diterbitkan oleh masing-masing bank.

Selanjutnya ketika Perang Dunia I pun pecah pada tahun 1914. Banyak negara yang harus mengeluarkan cadangan emasnya untuk membiayai utang dan pembelian senjata akibat perang.

Akhirnya banyak negara meninggalkan standar emas sehingga mereka dapat membayar kebutuhan belanja militer dengan uang kertas, yang mendevaluasi mata uang mereka.

Inggris pada akhirnya menyerah pada standar emas, menghancurkan rekening bank pedagang internasional yang berdagang dalam poundsterling.

Setelah Inggris meninggalkan standar emas pada tahun 1931, mata uang USD mulai menggantikan poundsterling sebagai mata uang cadangan utama dunia. Pada saat itu, dolar telah menggantikan pound sebagai cadangan utama dunia.

Amerika Serikat dengan kemampuan ekonominya menjadi pemberi pinjaman pilihan bagi banyak negara yang defisit dan menawarkan mereka yang bersedia membeli obligasi AS berdenominasi USD. Sampai sebelum memasuki Perang Dunia II, Amerika Serikat masih bertindak sebagai pemasok persediaan perang.

Pada masa Perang Dunia II, AS adalah pemilik utama senjata, persediaan, dan barang-barang lainnya dari Sekutu. Dari sinilah, Amerika Serikat menerima banyak pembayaran dengan emas dan memiliki sebagian besar emas dunia.

Negeri Paman Sam mengumpulkan sebagian besar pembayarannya dalam bentuk emas. Hingga pada akhir perang, Amerika Serikat memiliki sebagian besar emas dunia.

Situasi itu menghalangi kembalinya standar emas oleh semua negara yang telah menghabiskan cadangan emas mereka. Alhasil, sangat sulit untuk mengembalikan standar emas sebagai patokan mata uang dunia, karena sebagian besar negara telah menghabiskan cadangan emas dalam perang.

Hingga pada tahun 1944, delegasi dari 44 negara Sekutu bertemu di Bretton Wood, New Hampshire. Mereka berunding untuk menghasilkan sistem pengelolaan devisa yang tidak merugikan negara mana pun.

Sebuah perjanjian antara negara-negara maju yang sepakat dengan dolar AS sebagai mata uang dunia menggantikan standar emas. Diputuskan bahwa mata uang dunia tidak dapat dikaitkan dengan emas, tetapi dapat dikaitkan dengan USD yang terkait dengan emas.

Karena hanya Amerika yang mampu dan memiliki cadangan emas terbesar, maju dalam persenjataan dan ekonomi (dikenal sebagai negara Super Power).

Kesepakatan itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Bretton Woods, menetapkan bahwa bank sentral akan mempertahankan nilai tukar tetap antara mata uang mereka dan dolar AS. Pada gilirannya, Amerika Serikat akan menebus Dollar AS untuk emas sesuai permintaan.

Negara-negara memiliki beberapa tingkat kendali nilai tukar atas mata uang dalam situasi di mana nilai mata uang mereka menjadi terlalu lemah atau terlalu kuat relatif terhadap USD. Ada yang menetapkan kurs tetap (fix rate) ada yang menerapkan kurs mengambang (floating rate). Mereka bisa membeli atau menjual mata uang mereka untuk mengatur jumlah uang beredar.

Sebagai suatu kesepakatan, ini membentuk suatu sistem keuangan Internasional yang ditunjang dengan berdirinya Word Bank (WB), Word Trade Organisation (WTO) dan International Monetary Fund (IMF) yang bertujuan untuk mendukung stabilitas ekonomi global pasca Perang Dunia II.

Jadi Sistem Bretton Woods adalah sistem ekonomi internasional yang dibentuk pada tahun 1944 di Bretton Woods. Sistem ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas dan kerjasama moneter global pasca Perang Dunia II.

Sistem ini didasarkan pada nilai tukar tetap, dengan dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dan dipatok terhadap emas.

Sebagai hasil dari Perjanjian Bretton Woods, dolar AS secara resmi dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia dan didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia. Alih-alih cadangan emas, negara lain mengumpulkan cadangan dolar AS.

Lantaran membutuhkan tempat untuk menyimpan dolar mereka, negara-negara mulai membeli surat berharga U.S. Treasury yang mereka anggap sebagai penyimpan uang yang aman. Pada dasarnya suatu mata uang adalah hutang suatu negara kepada pemegangnya, tidak berbeda dengan surat hutang negara. Dengan kondisi ini pada dasarnya banyak negara ikut membiayai ekonomi Amerika Serikat.

Kejatuhan Dolar AS

Pada tahun 1971, Amerika Serikat mengalami inflasi tinggi, resesi ekonomi yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kondisi ini membuat Presiden Richard Nixon menghentikan konvertibilitas dolar AS menjadi emas.

Keputusan yang dibuat oleh Presiden Nixon ini menjadi tanda berakhirnya Perjanjian Bretton Woods. Meski perjanjiannya runtuh, dolar AS masih tetap digunakan sebagai mata uang cadangan global karena adanya kepercayaan terhadap kekuatan ekonomi dan politik Amerika Serikat yang masih dominan.

Dominasi dolar AS sebagai mata uang utama dunia mulai terancam ditinggalkan. Sejumlah negara mengalihkan ketergantungan mereka dari dolar AS ke aset lain seperti emas, mata uang lokal hingga aset digital.

Bahkan beberapa dekade ini beberapa negara kawasan mulai membangun kekuatan ekonomi bersama, untuk mengurangi ketergantungan dolar AS dan dominasi perdagangan Amerika.

Misalnya saja Kerjasama Ekonomi Asean, bergabungnya Masyarakat Ekonomi Eropa, dan yang akhir akhir ini di tingkat dunia ada organisasi kerjasama ekonomi untuk negara-negara Selatan di luar Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional yang dikenal BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) sebagai pelopornya.

Meski Kerjasama ekonomi kawasan dan negara-negara BRICS sudah mulai mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional, posisi dolar AS masih sulit digantikan, karena masih banyak negara yang bergantung pada dolar AS dalam kegiatan transaksi internasional, cadangan devisa, dan lain-lainnya.

Bagaimanapun peranan Bank Dunia dan IMF terhadap dunia ketiga masih sangat dibutuhkan.

Fenomena dan upaya ini muncul seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap dominasi dolar AS di tengah arogansi kebijakan ekonomi Trump yang dianggap agresif seperti penerapan tarif perdagangan pemerintah AS.

Bahkan tren global saat ini menunjukkan pergeseran menuju negara seperti China dan India diketahui aktif menambah cadangan emas mereka.

Langkah ini dinilai sebagai strategi untuk menghadapi ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif AS yang dimulai sejak era Presiden Donald Trump. Emas dianggap sebagai aset lindung nilai (Safe Haven) yang andal di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Beberapa Negara Beralih ke Emas

Harga emas dunia mencapai rekor tertinggi dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini dipicu oleh aksi sejumlah negara yang meningkatkan kepemilikan cadangan emas mereka sebagai upaya diversifikasi dan perlindungan terhadap ketidakpastian dan volatilitas pasar.

Negara seperti China dan India diketahui aktif menambah cadangan emas mereka. Langkah ini dinilai sebagai strategi untuk menghadapi ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif AS yang dimulai sejak era Presiden Donald Trump.

Emas dianggap sebagai aset lindung nilai (Safe Haven) yang andal di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Meningkatkan Investasi Aset Digital

Selain emas, beberapa negara juga mulai melirik aset digital seperti Bitcoin sebagai alternatif investasi. Aset kripto ini dinilai memiliki potensi pertumbuhan tinggi serta memberikan diversifikasi dari eksposur terhadap dolar AS.

Langkah ini mencerminkan upaya negara-negara untuk mencari kestabilan baru dalam sistem keuangan global yang kian kompleks.

Promosi Mata Uang Lokal

Sejumlah negara seperti China dan Rusia telah lama mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan internasional.

Kedua negara lebih banyak menggunakan mata uang lokal seperti Yuan dan Rubel dalam transaksi bilateral. Negara-negara lain juga mulai mengikuti langkah tersebut, dengan mempertimbangkan penggunaan mata uang alternatif seperti Yen, Yuan dan Euro untuk memperkuat kedaulatan ekonomi mereka.

Penggunaan mata uang lokal dinilai mampu mengurangi eksposur terhadap fluktuasi Dollar dan memberikan kontrol lebih besar dalam kebijakan moneter domestik. Upaya tersebut bukannya tanpa hasil, namun setidaknya bisa mengurangi dominasi AS dan tekanan Dollar di pasar global.rmol news logo article

* Penulis adalah Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (Aksi)/Dosen FEB Universitas Sebelas Maret

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA