Ajaran-ajaran yang seharusnya mendukung kehidupan keluarga yang harmonis dan seimbang, malah dimanfaatkan untuk meraih tujuan egois yang seringkali merugikan pihak perempuan. Hal ini sering terlihat dalam cara pandang terhadap peran perempuan dalam rumah tangga, kemandirian ekonomi, serta dalam pelaksanaan poligami yang tidak seimbang.
Sering kali, ajaran yang mengedepankan kemandirian perempuan di luar rumah, tanpa memperhatikan distribusi tanggung jawab dalam keluarga, dipaksakan tanpa memikirkan aspek kesejahteraan yang lebih luas. Sementara itu, poligami, yang pada dasarnya merupakan bagian dari ajaran agama yang memayungi keadilan, kadang disalahpahami dan disalahgunakan dalam praktik yang berpotensi merugikan perempuan.
Pada saat yang sama, tantangan ekonomi yang semakin besar memperburuk kondisi ini, di mana kemandirian ekonomi yang dulunya lebih mudah dicapai kini semakin sulit karena adanya tekanan sosial dan finansial. Berikut beberapa penyalahgunaan ajaran agama yang sering kita temui saat ini.
Pertama, kemandirian ekonomi ditekankan tanpa pertimbangan keseimbangan dalam keluarga. Ajaran yang memotivasi perempuan untuk mandiri secara ekonomi seharusnya dimaksudkan untuk memperkuat posisi mereka dalam masyarakat, bukan untuk memaksakan mereka mengambil seluruh beban ekonomi keluarga tanpa dukungan yang setara dari suami.
Terkadang, ajaran ini disalahgunakan dengan cara yang mengabaikan peran suami dalam rumah tangga, yang seharusnya juga turut serta dalam menciptakan keseimbangan dan kesejahteraan keluarga. Hal ini menjadi masalah ketika perempuan diharuskan untuk mandiri secara ekonomi, namun di sisi lain, tanggung jawab dari pihak suami untuk menafkahi dan menjaga kesejahteraan keluarga terkadang tidak mendapatkan perhatian yang semestinya.
Kedua, praktik poligami di masyarakat. Poligami, sebagaimana yang diajarkan dalam agama, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keadilan dan perlindungan bagi perempuan dalam situasi tertentu, seperti untuk memberikan dukungan bagi mereka yang membutuhkan nafkah.
Namun, poligami kadang disalahgunakan oleh sebagian individu dengan menempatkan kepentingan pribadi mereka lebih tinggi daripada prinsip dasar keadilan dan kasih sayang yang harusnya mendasari hubungan tersebut. Dalam praktiknya, pengabaian terhadap hak-hak istri sering terjadi ketika poligami tidak diperlakukan dengan adil. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bahwa poligami dalam ajaran agama memiliki tujuan yang mulia, namun pelaksanaannya harus selalu memperhatikan prinsip keadilan dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.
Ketiga, beban ganda yang dihadapi perempuan. Seiring berkembangnya zaman, tantangannya semakin berat. Di banyak keluarga, perempuan sering kali menghadapi beban ganda, yakni mengurus rumah tangga dan bekerja mencari nafkah. Hal ini tentu saja menjadi lebih sulit ketika dukungan dari suami tidak sepenuhnya ada, terutama dalam kondisi ekonomi yang semakin menantang.
Perempuan yang harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga sering merasa tertekan, apalagi jika tanggung jawab tersebut dibebankan sepenuhnya kepada mereka tanpa adanya kerjasama yang adil. Penyalahgunaan ajaran agama dalam konteks ini dapat memperburuk situasi, karena ajaran tersebut dapat dipahami dan diterapkan dengan cara yang tidak seimbang, menambah beban dan mengurangi kualitas hidup perempuan.
Keempat, penggunaan kata-kata yang meyakinkan untuk mempengaruhi perempuan. Salah satu tantangan lain yang dihadapi perempuan dalam situasi ini adalah kemampuan sebagian oknum untuk berbicara dengan sangat meyakinkan dan memanipulasi keyakinan agama untuk tujuan pribadi. Dalam beberapa kasus, ajaran agama dapat dipelintir dan disampaikan dengan cara yang sangat persuasif, sehingga perempuan yang sudah terjebak dalam situasi yang tidak adil merasa sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka atau mencari solusi.
Mereka sering kali merasa bahwa mengikuti ajaran tersebut adalah kewajiban agama yang tidak bisa dihindari, padahal pada kenyataannya, mereka dapat memilih untuk menjalani hidup dengan lebih adil dan seimbang.
Perempuan yang merasa tertekan dalam situasi seperti ini sering kali tidak mendapatkan kesempatan untuk menyuarakan ketidaknyamanan mereka, karena mereka menganggap bahwa hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk lebih memahami dan mengajarkan ajaran agama yang sesungguhnya dengan cara yang membawa kedamaian, bukan penindasan.
Kelima, tantangan ekonomi modern dan dampaknya pada perempuan. Saat ini, tantangan ekonomi semakin meningkat. Dulu, perempuan mungkin bisa lebih mudah berusaha dan memperoleh kemandirian ekonomi, tetapi sekarang hal tersebut menjadi lebih sulit karena penurunan daya beli masyarakat dan meningkatnya biaya hidup.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi setiap anggota keluarga, terutama suami, untuk saling mendukung dan bekerja sama untuk meringankan beban ekonomi. Penyalahgunaan ajaran agama, terutama yang berhubungan dengan peran perempuan dalam mencari nafkah, seharusnya tidak menambah beban yang sudah cukup berat.
Keenam, menjaga keseimbangan dan keadilan dalam menghormati ajaran agama yang sejati. Untuk memastikan bahwa ajaran agama diterapkan dengan cara yang benar dan membawa manfaat bagi semua, kita perlu kembali pada prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut: keadilan, kasih sayang, dan saling mendukung. Suami dan istri harus saling bekerja sama untuk menciptakan keluarga yang adil dan seimbang, di mana tanggung jawab ekonomi dan peran dalam rumah tangga tidak dibebankan sepenuhnya pada salah satu pihak saja.
Poligami, jika dilaksanakan dengan niat yang baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, dapat membawa manfaat dan perlindungan bagi perempuan, tetapi hal ini harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan perhatian terhadap kesejahteraan semua yang terlibat.
Kesimpulan
Penyalahgunaan ajaran agama oleh individu yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi telah menciptakan ketidaksetaraan yang merugikan perempuan. Tuntutan untuk mandiri secara ekonomi, yang seharusnya didukung bersama oleh suami, malah menjadi beban tambahan. Poligami, yang seharusnya dilaksanakan dengan keadilan dan kasih sayang, sering kali diselewengkan untuk mengejar kepuasan pribadi.
Dengan kesulitan ekonomi yang semakin meningkat, perempuan semakin tertekan dalam situasi ini. Untuk itu, kita perlu kembali pada ajaran agama yang sejati, yang menekankan keadilan, saling mendukung, dan pemberdayaan perempuan tanpa merugikan kesejahteraan mereka.
*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub
BERITA TERKAIT: