Banyak pihak merasa terpanggil untuk menanggulangi dampak dari bencana tersebut agar korban kembali pulih dan beraktivitas normal. Bencana alam adalah bagian tidak terpisahkan dari ujian yang jadi kewajiban membantu bagi pihak yang mampu untuk membantu.
Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banten sebagai bagian dari relawan sosial yang berdiri pada 2004 pun tidak bisa berdiam diri. Tagana yang berasal dari masyarakat dan memiliki kepedulian harus berperan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial.
Peran Tagana Banten dalam bencana di Sukabumi saat ini mengambil peran pascabencana dengan memberikan bantuan bersifat pemulihan korban agar kembali bisa hidup normal. Tentu saja tetap berkoordinasi dengan lembaga penanggulangan bencana lainnya.
Peran Tagana Banten dalam hal ini sangat tergantung pada manajemen komunikasi pada seluruh anggota yang tersebar di Kabupaten dan Kota. Komunikasi efektif bisa dilakukan dengan melihat fungsi organisasi di daerah.
Manajemen komunikasi yang dimaksudkan adalah menjalin komunikasi efektif dengan Tagana di Kabupaten dan Kota yang ada di seluruh Banten. Mengingat keanggotaan Tagana diperankan secara efektif oleh Tagana Kabupaten dan Kota.
Hal tersebut lebih menempatkan Tagana Banten sebagai koordinator yang mendorong peran aktif anggota yang tersebar di Kabupaten dan Kota yang pada gilirannya akan melahirkan peran aktif dan produktif.
Posisi sebagai koordinator pada gilirannya akan memberikan ruang lapang bagi anggota untuk melakukan kerja penanggulangan bencana yang terukur dan terencana.
Tagana Banten bisa mengambil peran dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dengan memberdayakan anggota dan sumber daya organisasi lainnya di tiap Kabupaten dan Kota.
Untuk kemudian bisa memberikan stimulan pada anggota agar mencapai tujuan penanggulangan bencana. Peran tersebut lebih menjadikan Tagana Banten akan leluasa untuk bergerak dalam wilayah perencanaan dan evaluasi di lapangan.
Adapun stimulan tersebut bisa mencakup identifikasi wilayah yang rentan terhadap bencana alam dengan intensitas dan frekuensi yang berbeda, dan penerapan langkah-langkah perlindungan. Langkah-langkah tersebut dapat bersifat struktural dan non-struktural, yang ditujukan untuk mengurangi paparan dan atau kerentanan terhadap bencana tersebut.
Langkah-langkah struktural mencakup konstruksi fisik dan teknik rekayasa seperti pekerjaan pertahanan banjir (misalnya bendungan atau tanggul) atau area penyimpanan banjir sementara.
Sementara kegiatan non-struktural mencakup kebijakan dan undang-undang, peningkatan kesadaran publik, pelatihan dan pendidikan serta perencanaan perkotaan dan pengelolaan lahan.
Misalnya, langkah-langkah tersebut mencakup langkah-langkah yang membatasi pembangunan di wilayah rawan banjir dan mendorong praktik penggunaan dan pengelolaan lahan yang peka terhadap risiko banjir dan kekeringan.
Kesiapsiagaan bertujuan untuk membangun kapasitas pemerintah, organisasi tanggap darurat dan pemulihan, masyarakat, dan individu untuk mengelola keadaan darurat secara efisien.
Kesiapsiagaan juga mencakup antisipasi dan pengenalan bahaya yang akan terjadi secara efektif (misalnya sistem peringatan dini), penimbunan peralatan dan perlengkapan, pengembangan pengaturan untuk koordinasi, evakuasi, informasi publik, pelatihan dan latihan lapangan, serta kegiatan seperti perencanaan kontinjensi.
Perencanaan kontinjensi berarti mengembangkan strategi, pengaturan, dan prosedur untuk menangani kebutuhan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak buruk oleh krisis potensial sebelum krisis itu terjadi.
Proses perencanaan kontinjensi yang aktif memungkinkan individu, tim, organisasi, dan masyarakat untuk membangun hubungan kerja yang dapat membuat perbedaan penting saat menghadapi krisis.
Dengan bekerja sama dalam proses perencanaan kontinjensi, para pelaku mengembangkan pemahaman bersama tentang masalah, kapasitas, tujuan, dan persyaratan organisasi masing-masing.
Alahsil, pandangan menempatkan Tagana Banten sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana akan melahirkan aksi produktif di lapangan karena menempatkan anggota dalam posisinya yang ideal.
Afif MusthafaMahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UMJ.
BERITA TERKAIT: