Manuver Nasdem - PKB ini membuat peta politik pilpres 2024, dan koalisi pencapresan, terganggu. Khususnya bagi Gerindra yang sebelumnya berkoalisi dengan PKB.
Di atas kertas, pasangan Anies Baswedan-Cak Imin (Anies-Imin) sangat dominan. Artinya, hampir dapat dipastikan, pasangan Anies-Imin akan menjadi pemenang pertama dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Perolehan suara Anies-Imin akan melampaui perolehan suara Prabowo (Subianto) dan Ganjar (Pranowo), terutama kalau keduanya salah memilih calon wakil presiden pendampingnya.
Karena, Anies-Imin didukung Nasa, Nasionalis Agama, atau Nasionalis Religius. Anies-Imin didukung nasionalis (Nasdem) dan Islam Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Islam lainnya (perkotaan) yang jumlahnya juga sangat besar. Yang terakhir ini, sebelumnya mendukung Prabowo pada Pilpres 2019.
Kemudian, suara basis massa PAN (Partai Amanat Nasional) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) akan terpecah. Sebagian, bahkan sebagian besar, basis massa PAN dan PPP akan memberikan dukungan kepada Anies-Imin. Meskipun PAN secara resmi mendukung Prabowo dan PPP mendukung Ganjar.
Suara basis massa PAN akan banyak beralih ke Anies-Imin. Alasannya, selain Anies sebagai salah satu anggota penasehat Muhammadiyah, PAN juga mendapat tantangan berat dari Partai Ummat, di bawah kepemimpinan Amien Rais, pendiri dan Ketua Umum PAN pertama, yang secara terbuka mendukung Anies-Imin.
Baca:
Din: Anies Baswedan Anggota Penasihat Muhammadiyah Pondok Labu
Sedangkan sebagian (besar) basis massa PPP sudah secara terang-terangan juga mendukung Anies-Imin, terutama dari kelompok basis massa yang bernama KIB (Kuning, Ijo, Biru), dimotori politisi senior PPP, Habil Marati, yang sangat agresif dan sukses menggalang dukungan basis massa PPP untuk Anies-Imin.
Peluang kemenangan Anies-Imin akan semakin besar kalau Prabowo dan Ganjar salah memilih calon wakil presiden.
Khususnya, kalau calon wakil presiden tersebut dari kalangan pengusaha, alias oligarki, yang akan menjadi beban di pilpres 2024, dan dijauhi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Karena, selama hampir 10 tahun pemerintahan Jokowi, oligarki dituding sebagai aktor utama perusak bangsa dan negara, dan meninggalkan trauma yang sangat mendalam dan menyakitkan.
Oligarki dituding sebagai otak terbitnya undang-undang yang tidak adil, merugikan dan menindas rakyat. Seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, UU Pelemahan KPK, UU Omnibus Kesehatan, dan masih banyak lainnya. Oligarki dinilai serakah, tidak adil, dan tidak segan-segan melanggar peraturan perundangan-undangan untuk kepentingan kelompoknya.
Misalnya, kasus Pulau Rempang yang masih hangat. Atau kasus Wadas. Oligarki tidak segan-segan menggunakan kekuasaan dan kekuatan senjata untuk menggusur penduduk setempat demi menggolkan proyek yang hanya menguntungkan pihaknya.
Oleh karena itu, calon wakil presiden dari oligarki atau pengusaha, seperti Sandiaga Uno atau Erick Thohir yang terafiliasi dengan Grup Adaro, hampir dapat dipastikan akan ditinggalkan rakyat.
Kedua, kalau Prabowo menunjuk oligarki sebagai calon wakil presiden, maka akan memicu kemarahan dari Golkar dan pendukungnya. Seandainya Prabowo berpasangan dengan Erick Thohir, maka pendukung Golkar akan merasa Golkar direndahkan. Jangan sampai insiden Imin (PKB) terulang lagi. Golkar kabur.
Pendukung Golkar akan bertanya kritis, apa kelebihan Erick Thohir dibandingkan dengan Ketua Umum Golkar yang mempunyai basis massa cukup besar? Ingat, Golkar adalah partai terbesar kedua berdasarkan perolehan kursi di pilpres 2019.
Terakhir, pengusaha seperti Erick Thohir dan Sandiaga Uno, dua nama yang selalu muncul sebagai kandidat kuat untuk calon wakil presiden, tidak mempunyai basis massa, sehingga tidak akan menambah perolehan suara pada pilpres 2024. Masyarakat malah akan meninggalkannya, karena faktor oligarki seperti dijelaskan di atas.
Erick Thohir sudah berupaya keras untuk mendapat dukungan dari NU, tetapi gagal. Sandiaga Uno mencoba mendekati basis massa Islam yang dulu mendukungnya di Pilpres 2019, tetapi juga gagal. Mereka semua kecewa. Merasa habis manis sepah dibuang, setelah Sandiaga Uno bergabung dengan pemerintahan Jokowi, menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Kalau calon wakil presiden Prabowo maupun Ganjar berasal dari pengusaha oligarki, maka Anies-Imin akan mendapat durian runtuh. Bukan tidak mungkin Anies-Imin akan menang dalam satu putaran.
Karena, sebagian besar pendukung Golkar dan PAN akan beralih mendukung Anies-Imin, representasi dari Nasionalis-Religius. Begitu juga dengan Ganjar. Pendukung PDIP banyak yang berasal dari kalangan Nahdliyin dan kelompok masyarakat miskin.
Ingat, slogan PDIP adalah partai Wong Cilik, yaitu identik dengan partai masyarakat kelas bawah, alias masyarakat miskin. Musuh mereka sebenarnya adalah oligarki yang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab memiskinkan mereka. Wong Cilik adalah korban oligarki, merupakan persepsi faktual.
Sebagai alternatif, Prabowo dan Ganjar sebaiknya mencari calon wakil presiden yang bisa menambah elektabilitas. Salah satunya, dari kalangan profesional yang dikenal sangat membela rakyat jelata, rakyat miskin. Kebijakan-kebijakannya sudah teruji membela wong cilik! Bukan lagi slogan!
Tidak banyak yang mempunyai rekam jejak seperti itu. Satu di antaranya, siapa lagi kalau bukan si “Rajawali Ngepret” Rizal Ramli.
*Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
BERITA TERKAIT: