Untuk itu dia kerja bareng abangnya, yakni Garibaldi ‘Boy’ Thohir (Komisaris GoTo). Caranya? Meneg BUMN mendorong Telkomsel membeli saham GoTo yang secara akumulatif bernilai Rp 6,3 T. Lalu setelah dibeli harga saham GoTo melorot terus, sehingga Telkomsel rugi besar, yakni sekitar Rp 3,2 T itu. Di atas kerugian itu GoTo justru menuai untung besar senilai Rp 3,2 T.
Kini saham GoTo masih terjun bebas. Bila harga per sahamnya terus kempis sampai tinggal 50 perak, misalnya, tentu jadi bencana besar. Merosotnya saham GoTo kini menyeret indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI ke jurang.
Kalau terbukti ada unsur moral hazard di sini yang melibatkan Erick, tentu Presiden akan tercoreng dan tidak akan memaafkan sang meneg. Apalagi ulahnya dilakukan di tahun politik. Semua kerugian negara pastilah akan dimintai gantinya dari Erick dan Boy Thohir bersaudara, disamping hukuman kurungan dan pemecatan.
Nah Erick Thohir diduga sengaja bikin buntung Telkomsel, setidaknya dalam laporan KCH, lewat akrobat pembelian saham GoTo untuk memperkaya si abang Boy Thohir. Kegiatan menggangsir duit negara ini di wilayah kewenangannya, kalau itu terbukti di pengadilan Tipikor, jelas nista. Ada anyir penyalahgunaan wewenang di sini. Bahasa kerrennya abuse of power.
Di negara maju yang sistem kontrolnya efektif dan wakil rakyat berfungsi semacam UE, AS, Jepang, Korsel dll, perbuatan lancung seperti ini jelas tak mudah. Dan bila terbukti, hukumannya berat. Hartanya pun bisa disita untuk menutupi kerugian. Disisakan sekedar untuk bisa hidup dengan kebutuhan minimal. Jadi dimiskinkan benar.
Di Indonesia, dan negara-negara berkembang lain, yang hukum dan aturannya bisa diatur, korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi lumrah. Apalagi, seperti biasa, anggota DPR belagak pilon. Seolah mereka pencari nafkah biasa seperti tukang stempel, pegawai negeri, karyawan DPR, tukang sablon, pengamen atau pemulung. Bukan wakil rakyat yang punya tugas konstitusional mengawasi jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran.
Namun menurut hemat kami di MasaDepan Institue dua bersudara Erick dan Boy Thohir belum tentu bersalah. Konglomerat muda, santun, berpengalaman dan sudah kaya raya ini pastilah tak sudi melakukan hal nista seperti yang disangkakan itu.
Konglomerasi bisnis grup usaha mereka sudah menggurita dan melilit republik dari batubara, listrik swasta sampai IT, media massa, sepak bola, dll. Menurut saya kakak beradik Boy dan Erick Thohir pasti tak butuh lagi dana hasil maling.
Tak mungkinlah Erick dan Boy mau menggangsir duit negara dengan cara kasar dan terang-teranganan seperti itu.
Maka dari itu KPK harus segera memproses kasus ini. Bila perlu menahan Erick dan Boy Thohir agar tak merusak atau menghilangkan barang bukti. Ini perlu dilakukan Ketua KPK Firli bahuri karena 3 alasan:

1. Agar citra buruk KPK yang memble sejak dinakhodainya bisa kinclong lagi.

2. Agar nama baik kakak beradik Boy dan Erick Thohir bisa dipulihkan. Setidaknya bila penggangsiran duit negara tersebut tak terbukti di pengadilan tipikor. Apalagi bila dapat dibuktikan tidak ada unsur kesengajaan dalam kerugian itu. Atau dapat dibuktikan bahwa Boy dan Erick punya niat baik untuk memberi keuntungan kepada Telkomsel, tapi meleset.

3. Agar citra Jokowi sebagai Presiden anti korupsi tidak semakin buruk menjelang pilpres 2024, karena dianggap tebang pilih. Oposisi atau mereka yang tidak sejalan diproses �" bahkan kasusnya bisa diada-adakan. Sedang orang-orang dekatnya dan para pendukung tak tersentuh hukum.
Jadi bila tak segera diproses, atau dibiarkan menguap seperti kasus bisnis PCR Erick bersama Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan di tengah pandemi, mudaratnya lebih besar. Bagi saya Erick dan Boy adalah pengusaha besar berpengalaman dan tidak bodoh. Di dunia bisnis memang ada motto: dengan pengorbanan sekecil-kecilnya guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Buat Erick dan Boy dkk itu bukanlah barang baru.
Toh kakak beradik ini tidak bisa disamakan dengan para penganut aji mumpung. Erick tidak akan memanfaatkan posisi dan wewenangnya untuk berburu rente dan merugikan negara. Erick memang punya dua kaki: satu kaki di bisnis. Satunya lagi di politik dengan posisi penting Meneg BUMN, yang menentukan kebijakan. Jadi kalau mau menggangsir duit negara, mudah saja buatnya.
Menurut saya abang adik ini orang baik. Tak punya karakter neoliberal (neolib) dan bukan neokolonialis (nekolim). Apalagi orang, yang baru saja terpilih jadi Ketum PSSI ini, adalah kepercayaan Presiden. Erick pun disenangi NU, ormas islam terbesar di dunia. Semua parpol kini ‘ingin’ meminangnya buat dijadikan orang nomor 1 atau masuk jajaran pengurus. Kalau gak percaya, tanyakan saja pada petinggi PAN, PPP, PBB dan tentu saja parpol-parpol gurem dan yang tak lolos seleksi.
Petinggi ormas dan parpol pun, yang punya hajatan besar, kebelet ingin menunjuk Erick jadi ketua panitia. Maklum Erick sukses menyelenggarakan hajatan super meriah dan mewah perkawinan putra presiden Kaesang Pangarep akhir 2021. Juga sukses menyelenggarakan hajatan Satu Abad NU beberapa waktu lalu, yang mestinya terjadi 2026. Apalagi istana disinyalir mau mengorbitkan Erick jadi cawapres 2024. Dia diharap digait mendampingi siapa saja yang mungkin.
Oleh karena itu Erick dinilai banyak parpol sebagai prospek, karena kedekatannya dengan orang nomor 1. Dia Meneg BUMN yang menguasai aset perusahaan-perusahaan BUMN.
Juga punya akses ke sumber-sumber keuangan dalam dan luar negeri. Pendeknya Erick dianggap bagian dari oligarki, yang dengan dana dan posisinya, bisa mengendalikan eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR), dan yudikatif (Kehakiman) beserta aparat hukum.
Kekurangan Eric bukan tak ada. Kinerja sebagian besar perusahaan BUMN di tangannya nyungsep dan rugi puluhan triliun. Itu termasuk BUMN andalan semacam Pertamina, PLN, Garuda, dll. Bahkan menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati 68 persen BUMN dalam kondisi hampir bangkrut.
Nampaknya pemerintah Jokowi punya perhitungan lain terhadap Meneg BUMN ini. Padahal bila Erick bekerja untuk swasta atau perusahaan multinasional, dengan kerugian sebesar itu, tentu Super CEO ini sudah dipecat.
Toh Erick Tohir secara umum tetap menarik. Apalagi di tengah krisis dan keringnya sumber-sumber logistik. Nah sebelum kasus GoTo ini menjadi pemicu protes massal berseri yang bisa berkembang jadi tsunami sosial, sebaiknya KPK segera memproses kasus ini.
Setidaknya untuk menentramkan hati rakyat yang lagi dihimpit kesulitan hidup akibat kesalahan manajemen BUMN dan sumber daya alam. Ini pada gilirannya dibebankan pada rakyat dalam bentuk pencabutan subsidi (listrik, BBM, bibit, pupuk) dan pajak-pajak. Juga naiknya harga-harga sembako, BBM, listrik, ongkos transport, tarif tol, dll. Di mata rakyat dan kaum intelektual korupsi adalah kejahatan luar biasa, yang memiskinkan mereka.
*Penulis merupakan Direktur Eksekutif MasaDepan Institute
BERITA TERKAIT: