Diktator bernama Saddam Husein akhirnya lengser keprabon di tangan Bush Junior. Telisik demi telisik, ada dua alasan utama mengapa Bush junior menghantam Saddam Husein kala itu.
Pertama, setelah peristiwa nine eleven, Osama Bin Laden dianggap sebagai manusia paling bertanggung jawab atas peristiwa itu. Sepaket dengan itu, karena Al Zarkawi, salah satu pentolan Al Qaeda selain Osama, disinyalir ada dan beroperasi di Irak. Oleh karena itu, Saddam disinyalir punya kedekatan khusus dengan Al Qaeda. Dan kedua, Saddam dianggap memiliki senjata pemusnah massal.
Dari kedua alasan tersebut, alasan kepemilikan senjata pemusnah massal adalah yang paling menonjol, karena riuhnya sampai ke parlemen Amerika.
Pihak Demokrat terus menekan Bush di perlemen untuk membuktikan bacotnya soal senjata paling ditakuti sejagat itu (WMD).
Apa lacur, Saddam jatuh, pemerintahannya berantakan, kedua anak Saddam tertembus peluru, dan rakyat kian makin ekstrimis, tapi senjata yang dicari tak jua kunjung ditemukan.
Semua sel intelejen telah dikerahkan, FBI dan CIA siang malam mencoba menginfiltrasi semua jaringan komunikasi yang terkait dengan Saddam dan senjata itu.
Ada dua hipotesa Bush saat menuduh Sadam memilik WMD. Pertama, di era pemerintahan bapaknya, Bush Senior, diketahui Irak memang memiliki Reaktor Nuklir. Namun tahun 1981 dihantam oleh bom Squadron 69 Israel secara diam-diam.
Logikanya, jika satu negara pernah memiliki reaktor nuklir dan berniat untuk memproduksi senjata pemusnah massal, maka besar kemungkinan negara tersebut akan membangun lagi jika ternyata dihancurkan oleh musuh.
Suriah menjadi bukti nyata bagi Bush saat Reaktor Nuklir di Al Kibar dihantam bom Israel, setelah itu Asaad berencana membangun kembali dengan memerintahkan Jenderal Muhamad Sulaeman untuk mengeksekusinya langsung cuma dalam jeda waktu setahun.
Kedua, sejak perang teluk, Irak- Iran, Saddam terus-menerus perang urat saraf dengan Komeni dan sering berakhir dengan ancaman akan menggunakan senjata pemusnah masal untuk melenyapkan dataran syiah tersebut.
Lantas mengapa tak kunjung ditemukan juga? Sampai Saddam dipergoki oleh tentara sekutu di sebuah bungker, lalu menjebloskannya ke penjara, informasi tentang kepemilikan senjata tersebut tak jua ada titik terangnya.
Tak ada cara lain, informasi tersebut harus dipungut dari mulut Sadam Husein sendiri. Seorang anggota FBI yang sudah lima tahun bertugas, fasih berbahasa Arab, mahir menerapkan psycology game, George Piro, mendapat panggilan dari kantor pusat.
Gedung Putih memerintahkannya untuk menginterogasi Saddam. Agen berumur 35an tahun tersebut segera dikirim ke Bagdad. Dua minggu dihabiskan waktu untuk mempelajari dokumen-dokumen tentang Saddam, baru kemudian memberanikan diri untuk bertatap muka dengan salah satu diktator terkemuka di dunia tersebut.
Tak mudah untuk dekat dengan Saddam Husein. Pembicaraan awal sangatlah kaku dan formal. Saddam masih berlagak bak seorang presiden dengan dada membusung dan arogansi yang tak terperi.
Terkesan bahwa Saddam memandang rendah George Piro. Gaya interaksi demikian berlangsung cukup lama, sampai pada satu waktu Sadam bertanya kepada George soal umur. Karena di mata Saddam, George terlalu muda untuk pekerjaan penting yang dia emban saat itu.
Sadar perangkapnya diinjak oleh Saddam, George mulai bermain. Selama ini George tak pernah menyebutkan dirinya sebagai agen FBI. George hanya menyampaikan bahwa dia mewakili presiden Amerika.
Sang agen tak menjawab angka, tapi menceritakan pengetahuannya soal Saddam di umur muda bahwa Sadam saat di angkat jadi wakil presiden Irak memang seumuran George, sebelum akhirnya jadi presiden. Dan saat menjadi wakil presiden-lah Saddam menyiapkan semua kebutuhan untuk kediktatorannya, mulai dari jaringan intelejen, pasukan khusus penjaga presiden, jaringan intel partai, dan lainnya.
Mendengar cerita tesebut, Saddam tersanjung di satu sisi, tapi di sisi lain cara pandangnya pada George berubah.
Sadam sudah bisa menyimpulkan bahwa George memang orang penting di Amerika yang mewakili presiden karena Sadam langsung berkaca kepada masa seumuran George yang sudah jadi wakil presiden Irak.
Setelah itu pembicaraan mulai agak cair. Tapi tak ada titik terang soal senjata pemusnah massal.
Sampai akhirnya George dikirimkan satu CD berisi kumpulan video pidato Saddam. Dalam salah satu pidato saat perang teluk, Saddam pernah berucap bahwa jika di tangan kita ada senjata modern dan pedang, lantas pihak musuh mengalahkan kita, maka cukup satu senjata saja yang dilucuti, jangan diberikan semuanya.
Bagi George, pidato tersebut menarik. Dibalik ucapan tersebut tersimpan pesan bahwa memang Sadam dan pasukannya tak melucuti senjatanya semuanya, pasti ada yang disimpan jika mereka memang memilikinya. Dan George sudah menyiapkan perangkap diskusi untuk bahan yang satu itu.
Saddam dan George semakin dekat. Saddam membacakan puisi-puisinya kepada George, bercerita soal buku-bukunya, bercerita banyak soal masa pemerintahannya, dan lain-lain.
Sampai pada satu titik, George mulai memainkan kartunya.
George menyinggung soal semua pidato Sadam yang berapi-api dan memujinya. Lalu bertanya apakah itu dibuatkan oleh staf khusus atau Sadam menulisnya sendiri.
Karena Saddam telah bicara soal puisi dan bukunya, dengan arogan Saddam mengatakan bahwa semuanya ditulis sendiri, tanpa bantuan siapapun. Dan kemudian George masuk ke potongan pidato yang sebelumnya telah ditandai oleh George.
Saddam terhenti sejenak, nampaknya egonya makin naik dan mengatakan iya bahwa potongan tersebut dia sendiri yang menulis.
Barulah George masuk kepada pertanyaan yang belum pernah dia tanyakan dalam lima bulan sejak pertama kali dia dikirim ke Irak. Jika demikian, apakah itu berarti anda memiliki atau menyimpan senjata pemusnah massal alias tidak semuanya dilucuti saat Amerika masuk? Sadam tertawa, dan menjawabnya dengan jujur, tidak. Sadam mengaku-ngaku memiliki senjata pemusnah massal karena faktor Iran, tak lebih.
Bertetangga dengan Iran setelah revolusi Khomeni adalah salah satu bagian dari ketakutan Saddam, selain memiliki rakyat kurdi yang terus menerus memberontak. Bagi Saddam, Amerika ternyata bukan ancaman, tapi Iran-lah yang menjadi ancaman nomor satunya. Nomor dua adalah kurdi. Dan Iran disinyalir memiliki senjata pemusnah massal.
Untuk itu, Saddam memberikan sinyal yang sama, agar Iran tak mengarahkan moncong nuklirnya ke Irak karena penindasan sadam kepada Syiah.
Dengan sangat yakin, George mendapat jawaban yang jujur. Jawaban Saddam konsisten dengan semua hasil pencarian intelejen Amerika yang memang tak menemukan satu pun tanda nyata senjata pemusnah masal.
Kemudian setelah beberapa hari menjedakan topik, George masuk ke pertanyaan kedua. Dengan sangat hati-hati, karena soal Al Qaeda dan Osama, jika benar terkait dengan Saddam, maka akan menjadi topik sensitif dan mencurigakan.
Apakah anda berhubungan atau ada kaitan dengan Al Qaeda dan Osama Bin Laden? Lagi-lagi Saddam tersenyum lebar, lalu tertawa. Saddam menjawab bahwa apapun organisasi dan siapapun tokoh yang berdasarkan fanatisme agama, tak mungkin saya akan berhubungan dengan mereka.
Sadam dengan terang-terangan mengatakan bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan sekuler. Agama dan negara harus dipisah, jawab Saddam.
Setelah dianalisa, memang masuk akal semua jawaban Saddam. Jika dicarikan pembanding, Hitler antisemitisme. Musolini tak berbeda. Stalin memberangus agama, semuanya adalah tokoh idola Sadam dan kiblat partai baath. Dengan begitu, George Piro yakin bahwa dia telah mendapat jawaban yang benar dan misi dianggap selesai.
Setelah enam bulan lebih, George memang semakin dekat dengan Saddam. Bahkan boleh dibilang, dia lah yang paling memahami Saddam dibanding siapapun di muka bumi ini, apalagi dibanding bawahan-bawahan Saddam yang selama ini hanya membohongi beliau agar tidak ditembak oleh Saddam.
Dua jawaban didapat, tapi ada satu pernyataan yang berkesan dari Saddam yang menarik bagi George, bahwa Saddam masih sangat bertekad untuk melindungi rakyat Irak, walau di mata Sadam, rakyat Irak tidak termasuk kurdi di Irak Utara dan Syiah.
Simpati George tak dapat dia sembunyikan. Saat Saddam dihukum gantung, George menolak untuk hadir di Bagdad, hanya menonton dari balik layar kaca sambil meneteskan air mata.
Saddam tetaplah Saddam. Membangun banyak kuburan massal untuk lebih dari 300ribu suku kurdi dan syiah. Memenjarakan para penentang, memata-matai rakyatnya sendiri, memfitnah Kuwait dan menginvasinya, karena tak mampu bayar utang, demi menggaji satu juta tentara Irak kala itu, nomor empat terbesar di dunia.
Sampai Bush lengser, memang terbukti tak terdapat senjata pemusnah masSal di Irak, tak terbukti pula keterkaitannya dengan Osama dan Al Qaeda.
Tapi mau dikata apa, takdir Saddam memang sampai di situ. Kekejamannya telah membuat rakyat Irak menganggap pasukan sekutu sebagai pembebas di awal kedatangannya, persis sama dengan reaksi rakyat Itali saat sekutu masuk ke Italia via Sisilia, dan menggoyang Musolini yang telah salah perhitungan dalam menginvasi Yunani dan Mesir lalu kalah dan dibenci rakyatnya.
Saddam pernah menggertak dan berbohong, lantas WTC ambruk, lalu Bush termakan gombalan dan kecebur berkat referensi bacot Saddam, Bush memerangi Irak, Sadam Tumbang, Al Qaeda wilayah Irak akhirnya didapat, yakni Al Zarkawi, tapi tak ada senjata pemusnah massal. Entah impas atau bagaimana, hanya Tuhan yang tahu.

Jannus TH SiahaanPenulis adalah Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran, Pengamat Sosial Politik, Tinggal di Pinggiran Kota Bogor