Falasifah seperti Abu Nashr al-Farabi dan Ibn Rusyd memanggilnya dengan sebutan Aflatun (bukan Aflatu). Penambahan vokal a- (alif) di awal memang biasa dilakukan orang Arab untuk jenis kata seperti ini.
Orang-orang Italia menyebutnya Platone. Orang-orang Jerman menyebutnya Platon. Orang-orang Prancis menyebutnya Platon juga (meskipun cara bacanya dengan tambahan bunyi "ong" di akhirnya).
Begitu juga dengan orang-orang Spanyol yang menyebutnya Platon (dengan tekanan pada bunyi "o").
Orang-orang Inggris dan Belanda memanggilnya dengan sebutan Plato.
Kebanyakan orang Indonesia terbiasa menyebutnya dengan Plato. Ini mungkin banyak dipengaruhi oleh cara orang Belanda.
Jadi, apakah sebutan Platon atau Plato yang tepat?
Mungkin hanya dalam bahasa Belanda dan Inggris, panggilannya adalah Plato. Entah kenapa kedua bahasa ini tidak menyebutnya sesuai dengan bahasa Yunaninya. Mungkin ada kesulitan lidah.
Sementara itu, dalam bahasa Arab, Italia, Jerman, Prancis dan Spanyol, panggilannya adalah Platon (Aflatun, Platone), sesuai dengan panggilan dalam bahasa Yunaninya.
Menurut saya, karena Platon adalah orang Yunani, kita sebaiknya memanggilnya sesuai bahasa aslinya. Toh, orang-orang Indonesia tidak punya kesulitan lidah untuk menyebut kata Platon.
Bahkan, jika dirasa-rasa, kata Platon lebih mudah disebut ketimbang Plato.
Kita juga terbiasa menyebut Plotinos dari Alexandria sebagai neo-Platonisme, bukan neo-Platoisme. Ini karena nama atau panggilan sebetulnya adalah Platon, bukan Plato.
Sebetulnya, di kalangan pegiat falsafah di Indonesia, sudah ada dua orang yang memilih untuk menggunakan sebutan Platon, bukan Plato, yaitu: Setyo Wibowo (STF Driyarkara) dan Nanang Tahqiq (UIN Syarif Hidayatullah).
Alasan keduanya kurang-lebih sama dengan apa yang telah disampaikan di atas.
Jadi, mulai sekarang, panggil dia dengan sebutan Platon, bukan Plato!!!
[***]
Iqbal HasanuddinPenulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)