Narrative adalah upaya menghadirkan cerita atau narasi dari masyarakat atau orang tertentu yang ditemui baik itu secara lisan maupun tulisan. Menghadirkan cerita yang tersusun rapi adalah sebagai suatu metode penting untuk mengungkapkan sebuah pengalaman atas suatu kejadian atau kehidupan yang dialaminya (Riessman,1993; Czarniawska,1998).
Menghadirkan suatu narasi yang datangnya dari pengalaman atas pertemuan dengan orang-orang yang mengalami sendiri dalam kehidupannya dan menjadikannya sebagai pesan penting untuk kebijakan publik bagi penguasa adalah pendekatan lain dalam narratologie (Herman, 2005).
Narrative yang dihadirkan tersebut kemudian dikonseptualisasikan untuk menciptakan respons penyelesaian suatu masalah semisal adalah masalah kesenjangan sosial atau hak.
Narrative yang dibangun dari cerita tentang bagaimana cerita keberhasilan orang perorangan yang spesifik juga dapat menciptakan suatu narasi sebagai fenomena disabilitas berhasil diatasi menjadi kekuatan, yang bermakna bagi kehidupan pihak lain serta dapat membangun narasi bagi langkah kebijakan publik yang dapat diambil.
Dalam hal ini maka narratologie sebagai displin ilmu juga terdiri dari
narrative theory, narrative texts, gambar, observasi, semiotika, kejadian atau artifak yang bercerita tentang keadaannya (White,1996).
Menggunakan narrative dalam debat (seperti debat Pilpres 2019) juga sejatinya akan sangat membantu pendengar serta pemilih dalam memahami bagaimana temuan narasi untuk menjawab fenomena nyata dan bagaimana respons yang seharusnya diambil oleh penguasa terkait kebijakan publiknya (Bal, 2009).
Dalam sesi kedua Debat Pilpres beberapa waktu lalu, sangat menarik sekali bahwa Sandiaga menghadirkan paling tidak penulis mencatat ada dua narasi yang digunakan Sandiaga dalam menjawab atau merespon pertanyaan panelis yang dibacakan oleh moderator.
Narasi yang digunakan oleh Sandiaga adalah narasi yang diambil dan dipilah olehnya dari cerita yang didapatinya dalam melakukan komunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat ke seribuan titik lokasi yang telah dijalaninya.
Narasi Kesejahteraan Bagi Fenomena KetidakadilanNarasi pertama yang digunakan adalah narasi yang didapat dari Pak Najib, seorang nelayan di Pantai Pasir Putih, Cilamaya, Karawang. (Penulis mencoba menelusuri dan memang ada percakapan antara Sandiaga dan Najibullah sebagaimana yang terdapat dalam
website berbagi video yang diunggah pada tanggal 3 Januari 2019).
Narasi yang dihadirkan Sandiaga dalam debat tersebut kurang lebih sebagai berikut:
“…
Bahwa ada kisah Pak Najib seorang nelayan di Pantai Pasir Putih, di Cilamaya di Karawang. Beliau mengambil pasir untuk menanam mangrove di hutan bakau, beliau dipersekusi dan kriminalisasi…â€
Pendekatan
narrative yang digunakan Sandiaga tersebut adalah upaya menghadirkan pengalaman Pak Najib yang mengalami ketidakadilan atas perlakuan yang dialaminya dan bahkan tidak pernah ada bantuan pemerintah dalam pelestarian mangrove di wilayahnya.
Lebih jauh juga beliau mengalami ketidakadilan dalam mengambil pasir putih yang sejatinya adalah untuk kepentingan mangrove nya. Bahkan dalam web berbagi video tersebut, Pak Najib yang diartikan oleh Sandiaga telah mengalami persekusi karena ketidakadilan perlakuan.
Hal ini yang kemudian menghadirkan narasi dari Sandiaga berikutnya bahwa perlakuan hukum dan HAM tidak ditangani dengan baik di mana hal ini juga sejalan dengan pernyataan pasangan ini bahwa ternyata hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Sejalan berikutnya, pendekatan penyelesaian yang diambil untuk mengatasi ketidakadilan hukum sebagaimana yang dialami oleh Pak Najibullah tersebut adalah dengan menghadirkan kesejahteraan. Bahwa ketidakadilan itu juga terjadi karena ketiadaan pemerintah dalam menghadirkan kesejahteraan meskipun perspektif kesejahteraan bisa sangat luas sekali.
Karena perspektif kesejahteraan menurut Suharto, 2006 (yang mengutip Spicker, 1995; Midgley dkk, 2000; Thompson,2005) mengandung empat makna yaitu kondisi sejahtera (kecukupan kebutuhan dasar), pelayanan sosial (social security, kesehatan, pendidikan), tunjangan sosial serta kesejahteraan juga dimaknai sebagai proses atau usaha terencana dalam peningkatan kualitas kehidupan.
Kemudian selanjutnya narasi yang digunakan Sandiaga adalah bahwa menghadirkan kesejahteraan dalam mengatasi ketidakadilan adalah hal yang harus dilakukan oleh mereka jika menang.
Lebih jauh lagi, bahwa hukum tidak akan digunakan untuk memukul lawan tetapi melindungi kawan serta supremasi HAM juga harus dihadirkan dan ditegakkan sebagai harga mati atau yang tak dapat ditawar. Dan dalam rebuttal-nya, Sandiaga kembali menegaskan bahwa narasi kesejahteraan dalam menjawab ketidakadilan adalah salah satu amanah dalam konstitusi negara yaitu pasal 27 ayat 2 dalam hal mendapatkan pekerjaan yang layak.
Narasi Difabilitas Dan PemberdayaanDalam sessi yang sama, sandiaga dalam menjawab pertanyaan dari panelis sebagaimana yang dibacakan oleh moderator terkait difabilitas.
Terlihat sangat berbeda dengan apa yang disampaikan oleh pasangan petahana, dimana pendekatan
narrative yang digunakan oleh Sandiaga adalah sekaligus mengkritik pendekatan petahana dan bagaimana persepsi keadilan bagi kaum difabel.
Sandiaga mengawali penjelasannya dengan pendekatan narrative yaitu menceritakan salah seorang penyandang disabilitas, Zulfan Dewantara, sebagai sumber inspirasi bagi pasangan tersebut.
Sandiaga menceritakan bagaimana Zulfan Dewantara, sebagai sahabat difabel telah berhasil menjadi bisnis mentor dan memiliki ratusan mentee dalam bisnis
online. Dalam hal mana di
website berbagi video juga dapat ditemui video pertemuan Sandiaga dan Zulfan Dewantara, serta video inspirasi Zulfan bagi Sandiaga dalam pencalonannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta Bersama Anies Baswedan.
Dalam narasi yang disampaikan oleh Sandiaga dalam menjawab kebijakan bagi kaum difabel bahwa kesetaraan yang lebih dibutuhkan adalah tidak saja kesetaraan akses infrastruktur, Pendidikan dan kesehatan akan tetapi juga peluang untuk mendapatkan pekerjaan sebagaimana Zulfan Dewantara.
Dalam narasinya tersebut, Sandiaga sebenarnya juga hendak menyoroti kebijakan infrastruktur yang sudah seharusnya memang memberikan akses kepada “teman difabel†begitu pula akses Pendidikan dan kesehatan.
Lebih penting lagi akses terkait pekerjaan, di mana Zulfan mengalami penolakan bekerja dari berbagai pihak karena keadaan disabilitas fisik yang dialaminya.
Dalam hal ini, Sandiaga melanjutkan bahwa negara dan pemerintah harus hadir untuk pemenuhan potensi “teman difabel†dan memberikan kesetaraan serta peluang mendapatkan pekerjaan yang pada akhirnya adalah peluang untuk hidup lebih baik dan menjadikan keluarganya keluarga sejahtera.
Kemudian dalam narasinya, Sandiaga menutup pernyataannya dengan pernyataan bahwa Ia dan Prabowo ingin menjanjikan komitmen agar “teman difabel†sebagai putra-putri terbaik bangsa untuk memennuhi potensinya serta kesetaraan guna mendapatkan peluang lapangan pekerjaan, peluang untuk hidup yang lebih baik dan peluang untuk menjadikan keluarga mereka menjadi keluarga yang sejahtera.
PenutupBahwa menggunakan pendekatan
narrative yang diambil dari berbagai narasi atas dasar pengalaman warga masyarakat dan memasukkannya menjadi jawaban dalam debat Pilpres sebagaimana yang disampaikan sandiaga sangat menarik. Karena pendekatan
narrative ini hanya Sandiaga yang menggunakannya dinatar keempat orang yang melakukan debat pada malam tersebut.
Penggunaan narasi orang perorangan adalah tidak diragukan kebenarannya serta sangat
esensial selanjutnya bagi solusi permasalahan yang terkadang didasarkan asumsi kurang tepat.
Menghadirkan narasi orang perorangan adalah juga suatu bentuk bukti yang sangat kuat dalam membangun mekanisme penegakan hukum masa datang ataupun pergerakan politik (Cmiel, 1999).
Dalam perspektif advokasi HAM, pendekatan
narrative juga digunakan dalam membangun testimoni yang terhubung secara langsung dengan pihak terdampak dari ketidakadilan atau korban pelanggaran HAM yang pada akhirnya membangkitkan sensitivitas pendengar, penonton dan pembaca (Jensen & Jolly, 2014). Yang dalam konteks ini penggunaan
narrative approach oleh Sandiaga akan sangat berhasil mengajak pemilih untuk memilih mereka.
Akan lebih menarik jika berbagai variasi narasi ini tetap digunakan oleh Sandiaga juga pasangan petahana dalam debat berikutnya.
[***]
Junaedi SaibihDosen FHUI, Ketua LKBH UI, Kandidat PhD (Canberra)