Bukan saja karena SMA 2 Pariaman di Rawang terletak persis di sebelah lapangan Medan Nan Bapaneh, lebih-lebih karena saya dan Dr Genius Umar adalah kawan sebangku.
Di luar itu, kami berdua menapakkan kaki ke rantau yang berdekatan. Genius kuliah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gajah Mada (UGM), sementara saya kuliah di Universitas Indonesia (UI) Depok dan UI Salemba. Kami berdua pernah bakureh dalam pekerjaan pelatihan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik di Jakarta ataupun luar Jakarta.
Hubungan kami juga sama-sama baik dengan Kementerian Dalam Negeri, termasuk dengan Ibu Siti Nurbaya yang kini menjadi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Saya merasa penting menjaga hubungan baik dengan stakeholders di tingkat pusat, baik di lingkaran eksekutif, legislatif, maupun Badan Usaha Milik Negara, hingga diaspora Ranah Minang di perantauan.
Apalagi, setelah berkutat sebagai salah satu Panglima Perang bagi pemenangan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur (Terpilih) DKI Jakarta periode 2017-2022, saya merasa perlu menjaga program-program yang sudah dijanjikan. Etnis Minang memiliki kedekatan secara ideologis dan elektoral kepada pasangan Anies-Sandi ini, yakni sebagai etnis yang paling solid (sekitar 87 persen) yang menyumbangkan suaranya.
Para perantau asal Pariaman Laweh turut serta dalam proses politik di DKI Jakarta itu.
Saya tentu berharap, siapapun Walikota Pariaman yang terpilih nantinya, bisa membangun sinergi atau jembatan sabiduak sadayuang dalam memajukan perantau-perantau asal Pariaman yang berada di DKI Jakarta. Pemerintah Kota Pariaman wajib melakukan pelatihan, pendidikan, hingga pembinaan yang berkelanjutan dalam hubungan Ranah-Rantau itu.
Sampai hari ini, saya masih mendengar sejumlah siswa-siswi potensial asal Pariaman Laweh yang kesulitan untuk mencari tiket agar sampai di kampus tujuan di provinsi lain. Padahal, kampus-kampus sudah menyediakan beasiswa kepada mahasiswa yang kesulitan. Tetapi, tanpa dukungan dari Pemerintahan Kota Pariaman (dan Kabupaten Padang Pariaman), siswa-siswi dari keluarga miskin yang berprestasi itu tentulah tak bakal bisa meraih mimpi masa depannya.
Bukan hanya itu, sampai sekarang saya juga belum mendengar bagaimana Pemko Pariaman dan Pemkab Padang Pariaman menggerakkan semacam pusat-pusat pelatihan bagi kaum muda Pariaman Laweh sebelum merantau ke negeri orang. Padahal, apabila ada pusat-pusat pelatihan seperti itu, saya bersama perantau-perantau yang lain tentu tidak keberatan untuk menjadi para pelatih, motivator, hingga dosen terbang guna membagikan pengetahuan, pengalaman dan jaringan. Jenis-jenis pekerjaan kaki lima, misalnya, sekarang sudah berubah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Tidak mudah lagi mengandalkan tulang delapan kerat untuk bertarung hidup dan mati di rantau orang. Apabila Pemko Pariaman dan Pemkab Padang Pariaman tak menyediakan kawah candradimuka bagi kepentingan kaum muda Pariaman Laweh ini, di tengah bonus demografi yang terjadi di Indonesia, maka lambat-laut para perantau asal Pariaman Laweh hanya akan menjadi tenaga-tenaga kasar yang mengalami kesulitan hidup saban tahun.
Tentu, apabila Anies-Sandi sudah dilantik per 15 Oktober 2017 nanti, saya akan berdiri paling depan guna membuka program-program kerja yang bersahabat dengan para perantau. Akan tetapi, tentu bentuk dari program-program perkotaan moderen itu tak lagi berupa usaha gelar tikar dan gulung tikar, melainkan jenis pekerjaan kaki lima yang sudah bermetamorfosis menjadi bentuk-bentuk yang moderen.
Seyogianyalah Pemko Pariaman dan Pemkab Padang Pariaman menyediakan laboratorium-laboratorium ekonomi pasar itu, antara lain dengan membuat pasar-pasar percontohan yang semirip mungkin dengan tantangan di rantau yang kue ekonominya besar, seperti Jakarta dan Bandung.
Visi besar mendekatkan wajah Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman itu dengan kenyataan yang ada di rantau inilah yang perlu saya titipkan kepada calon-calon walikota dan wakil walikota yang bertarung di Kota Pariaman. Kita tentu sadari, betapa Pendapatan Asli Daerah Kota Pariaman sangat terbatas, dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang yang melebihi angka Rp 3 Trilyun, misalnya. Tetapi, secara terang-benderang, banyak pihak yang mengakui – termasuk Anies dan Sandi – betapa mereka mengandalkan perantau-perantau asal Minang, umumnya, dan Pariaman, khususnya, sebagai saudagar dan pengusaha (pribumi) untuk bersaing di era global.
[***]Catatan: Guna menghangatkan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pariaman periode 2018-2023, saya menyumbangkan sejumlah ide, gagasan dan persoalan guna ditumpangkan kepada para kandidat dalam serial tulisan “Iko Jaleh Rantauâ€. Tujuannya, guna memberikan perspektif yang lebih luas bagi kemajuan warga kota Pariaman.
Indra J PiliangSang Gerilya Institute