Aturan Mana yang Dilanggar Sehingga Ahok Harus Dinonaktifkan?

Senin, 13 Februari 2017, 05:05 WIB
Aturan Mana yang Dilanggar Sehingga Ahok Harus Dinonaktifkan?
Basuki Tjahaja Purnama/Net
TUNTUTAN untuk menonaktifkan Basuki Tjahaja Purnama dari jabatan Gubernur DKI karena status terdakwa oleh kelompok yang terdiri dari pengamat, aktivis dan beberapa anggota DPR sebaiknya ditelaah secara matang terlebih dahulu lewat pengkajian dan membaca cermat bunyi dan makna dari pasal 83, UU 23/2014 Tentang Pemerintah Daerah

Saya mengutip isi UU no 23 Tahun 2014 Pasal 83 yang berbunyi sebagai berikut:

"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Terkait dengan diaktifkannya kembali Ahok sebagai Gubernur tetapi statusnya adalah terdakwa, maka hal itu menurut saya sah dan diperbolehkan karena tidak ada pelanggaran terhadap UU 23 tahun 2014 Pasal 83, sebab dipasal tersebut jelas dikatakan kepala daerah yang diberhentikan karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Sedangkan Ahok didakwa dengan Pasal 156 KUHP yang ancaman hukumannya paling lama 4 tahun atau pasal 156a KUHP yang ancaman selama-lama nya 5 tahun. Artinya dakwaan Ahok bukanlah ancaman pidana penjara yang paling singkat 5 tahun, jadi dia tidak termasuk seperti yang dimaksudkan oleh pasal 83.

Yang dimaksudkan seperti pasal 83 adalah tindak pidana yang ancamannya minimal 5 tahun contohnya adalah yang tercantum dalam UU 35/2009 Tentang Narkotika pasal 112 ayat 2 yang berbunyi:

"Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)."

Ahok tidak melakukan tindak pidana korupsi yang ancaman minimal 4 tahun dan hukuman maksimalnya mencapai 20 Tahun. Ahok tidak melakukan tindak pidana terorisme yang ancamannya pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, tindakan makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ancaman hukumannya 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati. Lalu aturan mana yang dilanggar sehingga Ahok harus diberhentikan sementara?

Jadi sangat jelas frasa kalimat "pidana penjara paling singkat" pun dicantumkan di pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan UU no 35 Tahun  2009 Tentang Narkotika pasal 112 ayat 2. Lalu apa yang harus diperdebatkan dan ditafsir atau di interpretasikan lagi dari isi pasal 83 tersebut?

Kalaupun ingin ditafsirkan, sebaiknya penafsiran tersebut ditanyakan kepada mereka yang terlibat sejarah pembuatan undang-undang (wetshistorische interpretatie) tentang Tata bahasa dan arti isi kalimat (grammaticale interpretatie) sehingga penafsiran tersebut adalah objektif dan dapat dipertanggung jawabkan bukan penafsiran atas kepentingan politik belaka.

Sangat banyak Undang Undang yang mengatur memuat ancaman Pidana minimum atau dengan kalimat diancam pidana paling singkat seperti UU Tipikor, UU Tindak Pidana Terorisme, UU Narkoba yang saya contohkan diatas. Tidak ada salahnya para pengamat, aktivis dan Anggota DPR mempelajari dulu isi dari pasal 83 tersebut agar tidak gagal paham dan menambah pengetahuan. [***]

Jeppri F Silalahi
Direktur Eksekutif ILRIns

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA