Sementara itu harga minyak mentah Singapura pada hari yang sama sebesar 54,28 dolar Singapura per barel. Jadi terdapat selisih harga minyak mentah sebesar Rp 867,54 per liter,atau 14,28 dolar Singapura per barel lebih rendah dibandingkan ketetapan harga minyak mentah Indonesia dalam UU APBN 2016.
Harga minyak mentah Singapura MOPS sebesar 54,28 dolar Singapura per barel. Satu barel sebesar 158,99 liter. Nilai tengah kurs Singapura sebesar Rp 9.659 per dolar Singapura per 24 Maret 2016. Oleh karena itu harga migas 92 sebesar 98,42 persennya untuk BBM jenis premium menjadi sebesar Rp 3245,53 per liter. Itu disebut sebagai harga indeks pasar (HIP).
Alpha itu terdiri dari margin atau fee ditambah biaya penyimpanan, biaya distribusi, dan biaya penyediaan. Alpha ditetapkan sebesar 3,92 persen dari HIP sebesar Rp 127,22 per liter ditambah Rp 830 per liter, sehingga nilai Alpha menjadi Rp 957,22 per liter.
Jadi harga dasar BBM jenis premium itu adalah HIP ditambah Alpha menjadi sebesar Rp 4202,75 per liter. Kemudian biaya tambahan distribusi ditetapkan 2persen dari harga dasar. PajakpertambahanNilai (PPN) sebesar 10 persen dari harga dasar. Selanjutnya PBBKB ditetapkan sebesar 5 persen dari harga dasar. Akibatnya estimasi harga jual BBM jenis premium ke rakyat sekitar Rp 4917,22 per liter.
Ketika harga BBM jenis premium dijual seharga Rp 7.050 per liter di wilayah Jamali, maka harga BBM jenis premium per 1 April 2016 seharusnya diturunkan sekitar = Rp 7050 â€" Rp 4917,22 per liter = Rp 2132,78 per liter. Itu apabila menggunakan perhitungan mata uang Singapura. Apabila perhitungan menggunakan mata uang dolar AS, maka penurunan dilakukan sekitar = Rp 7050 â€" Rp 6382,25 per liter = Rp 667,75 per liter.
Dengan mengetahui harga MOPS tertinggi selama 1 Januari-24 Januari 2016 sebesar 53,11 dolar Singapura per barel dan lebih sering jauh di bawah 53 dollar Singapura per barel, makaselisihhargapenjualan BBM tentunya di atasRp 2132,78 per liter. Jadi, seharusnya sudah terkumpul dana pengalihan subsidi BBM ke pembangunan infrastruktur dalam nilai yang besar selama minimal tiga bulan terakhir. Oleh karena itu pemerintah perlu menjelaskan harga BBM.
[***]
Sugiyono Madelan
Peneliti INDEF dan Dosen Universitas Mercu Buana