NU dan Muhammadiyah Harus Bersanding Bukan Bertanding

Senin, 27 Juli 2015, 11:17 WIB
<i>NU dan Muhammadiyah Harus Bersanding Bukan Bertanding</i>
Raden Ridwan Hasan Saputra
SAYA adalah orang yang lahir di Jawa Barat dari keluarga yang berbasis keagamaan yang kental dengan nuansa Nahdatul Ulama (NU). Sejak kecil, saya oleh Bapak saya, sering  diajak mengikuti tahlilan ketika ada tetangga yang meninggal, suka membaca sholawat di Masjid sebelum melaksanakan Sholat fardhu berjamaah, ketika Sholat Subuh dibiasakan membaca Doa Qunut, pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW suka mengikuti pembacaan Kitab Barzanzi dan pada bulan puasa suka mengikuti Tarawih yang banyaknya 23 roka’at. Itu yang saya pahami tentang NU.

Ketika saya kecil, saya mempunyai tetangga yang kata orang-orang sih, katanya orang Muhammadiyah. Tetangga saya tersebut adalah orang yang baik, hanya ketika saya perhatikan, waktu Sholat Subuh di masjid beliau tidak ikut mengaminkan Doa Qunut, tidak ikut Tahlilan, tidak membaca Sholawat sebelum melaksanakan sholat berjamaah, tidak membaca Kitab Barzanzi pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW, dan ketika bulan Ramadhan Sholat Tarawih yang lakukan hanya sebanyak 11 roka’at. Sehingga hahal itulah yang saya pahami tentang Muhammadiyah.

Ketika saya kecil, saya merasakan hubungan NU dengan Muhammadiyah tidak begitu harmonis. Saya sering mengikuti pengajian yang diadakan oleh Kiayi-kiayi dari pesantren yang berbasis NU dan saat pengajian saya sering mendengar komentar-komentar yang tidak sedap terhadap orang-orang Muhammadiyah. Saya pun pernah mengikuti pengajian yang diadakan oleh orang-orang Muhammadiyah ternyata isinya pun banyak mengkritik pelaksanaan ibadah yang dilaksanakan oleh orang-orang NU. Waktu saya kecil ketika bulan puasa, sangat terasa perbedaan NU dengan Muhammadiyah. Biasanya menjelang Isya orang-orang Muhammadiyah akan sholat isya dan Taraweh di rumah yang disepakati olah orang-orang Muhammadiyah, sedangkan orang-orang NU melaksanakan Sholat Isya dan Taraweh di Masjid. Uniknya ketika Sholat Maghrib orang NU dan orang Muhammadiyah Sholat Maghrib berjamaah di Masjid.

Setelah saya besar, ternyata perselisihan itu sudah mulai berkurang bahkan hampir tidak ada. Saat ini ketika saya mengikuti pengajian di tempat Kiyai yang berbasis NU, saya sudah tidak mendengar lagi komentar miring tentang Muhammadiyah. Saat ini pun tetangga saya yang Muhammadiyah malah sering mengikuti acara Tahlilan ketika ada warga yang meninggal. Selain itu yang menarik di tempat saya, adalah orang NU dan orang Muhammadiyah Sholat Taraweh di Masjid yang sama dan bersama-sama. Waktu telah membuat semuanya berubah. Saya pun secara pribadi sudah mendapat wawasan yang lebih baik tentang Muhammadiyah, karena sejak tahun 2005 saya telah rutin melatih guru-guru Sekolah Muhammadiyah dalam bidang Matematika hingga saat ini. Pengalaman yang berlangsung sampai sekarang ini menjadi alasan saya membuat tulisan ini.

Membuat Olimpiade Matematika Muhammadiyah di Muktamar Tahun 2005

Masalah mendatangkan anugerah, kasus seorang anak SD dari sekolah Muhammadiyah yang diisukan tidak bisa berangkat ke India di tahun 2004, ternyata menghantarkan saya kenal dengan ketua Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah pada saat itu yaitu Prof Yunan Yusuf  dan juga saya mulai berkenalan dengan orang yang sudah saya anggap Kakanda, yaitu Buya Afif Hamka yang merupakan putra Ulama Besar yang saya kagumi yaitu Almarhum Buya Hamka. Pertemuan dengan kedua tokoh ini dan beserta pengurus Dikdasmen Muhammadiyahmenghasilkan suatu kegiatan yang belum pernah dilakukan oleh Dikdasmen PP Muhammadiyah sebelumnya. Kegiatan itu adalah Olimpiade Matematika Muhammadiyah (OMM) yang dilaksanakan bertepatan dengan Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Kota Malang, Jawa Timur.

Kegiatan OMM ini punya dampak besar bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah. Kegiatan ini menimbulkan demam Olimpiade Matematika di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sehingga di tahun depannya banyak anak-anak dari sekolah-sekolah Muhammadiyah berprestasi dalam berbagai lomba matematika baik daerah, nasional dan Internasional. Kerjasama saya dengan organisasi Muhammadiyah yang diawali kegiatan OMM terus berlangsung sampai hari ini, khususnya di wilayah Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Sidoarjo. Interaksi dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun in membuat saya semakin paham tentang pergerakan Muhammadiyah. Saya sebagai orang yang berlatar belakang NU merasa nyaman bekerjasama dengan orang-orang Muhammadiyah dan saya sudah merasa bagian dari Muhammadiyah.

Pesantren-pesantren Berbasis Sains Mulai Bermunculan di NU

Ketika saya melakukan pelatihan Matematika untuk guru-guru matematika se wilayah Jombang di Pesantren Tebu Ireng di tahun 2013. Saya sempat berdiskusi dengan Gus Sholah tentang masalah Pendidikan Pesantren. Ternyata beliau sedang membangun Sekolah yang mempunyai keunggulan di bidang Sains namanya SMA TrenSains. Di sekolah tersebut diharapkan bisa terlahir generasi muda  yang handal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal yang menarik juga ketika saya diskusi dengan Gus Ali Masruri, Pimpinan Pondok Pesantren Bumi Sholawat di tahun 2015. Beliau menceritakan ada beberapa siswanya yang mengikuti Olimpiade Matematika ke luar negeri dimana saya adalah Team Leadernya. Ternyata beliau sendiri yang termasuk sebagai salah satu pembina matematika bagi anak-anak tersebut. Luar biasa, seorang Kiayai menjadi pengajar Olimpiade Matematika. Pertemuan saya dengan dua Tokoh di NU membuat saya berpikir, bahwa Pesantren-Pesantren di NU pun saat ini sudah mulai menggeliat untuk maju dalam bidang Sains dan Teknologi serta menjadikan Matematika sebagai pelajaran penting. Lahirnya generasi baru NU yang mumpuni dalam bidang Sains dan Teknologi akan membuat citra pesantren menjadi bagus dan menjadi pilihan bagi generasi muda Indonesia. Perkembangan pesantren-pesantren NU dalam bidang Sains ini sudah sejalan dengan perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam bidang Sains. Hal ini akan jadi Sinergi yang sangat bermanfaat di masa depan.

NKRI Berhutang pada NU dan Muhammadiyah

Setelah saya sering bergaul dengan orang Muhammadiyah dan sudah merasa jadi bagian dari Muhammadiyah. Saya mulai mempelajari sejarah pergerakan Muhammadiyah dan tentunya juga sejarah NU karena saya orang NU. Ada hal yang mungkin terlupakan atau sengaja dilupakan dalam sejarah tentang peran NU dan Muhammadiyah dalam perang Kemerdekaan 1945. Contoh pada saat peristiwa 10 November 1945, para pejuang memohon restu dari Kiyai Hasyim As’ari terlebih dahulu sebelum ada keputusan untuk melawan Belanda pada peristiwa 10 November 1945 . Karena restu beliau maka ribuan santri turun ke medan perang dan akhirnya banyak yang menjadi korban dalam peristiwa yang dikenang sebagai hari Pahlawan tersebut. Kiyai Hasyim As’ari adalah pendiri NU dan beliau juga adalah Kakek dari Presiden ke-4 Republik Indonesia yaitu bapak KH Abdurahaman Wahid. Sedangkan tokoh Muhammadiyah yang berperan dalam perang kemerdekaan adalah Panglima Besar Sudirman. Beliau adalah Bapaknya Tentara Nasional Indonesia. Beliau sebelum terlibat dalam dunia kemiliteran adalah guru di sekolah Muhammadiyah. Beliau adalah seorang aktivis yang lahir dari rahim Muhammadiyah.

Hal yang sangat penting dan jarang diangkat dalam sejarah adalah peran NU dan Muhammadiyah pada masa pergolakan setelah G30S/PKI di tahun 1965. Dimana pada saat itu BANSER NU (Barisan Ansor serbaguna Nahdatul Ulama) yang merupakan organisasi otonom di NU dan KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) yang merupakan organisasi bentukan Muhammadiyah, adalah dua organisasi yang turut serta dalam penumpasan PKI di berbagai daerah di Indonesia. Banyak korban dari kalangan BANSER NU dan KOKAM dalam peristiwa ini. pada saat peristiwa G30S/PKI kekuatan TNI sedang berkonsentrasi dalam menghadapi konfrontasi dengan malaysia. Sehingga peran BANSER NU dan KOKAM merupakan kekuatan yang terasa sekali saat itu dalam menjaga NKRI dari pengkhianatan PKI. Darah anggota BANSER NU dan KOKAM yang tumpah dalam peristiwa penunpasan PKI waktu itu adalah wujud pengorbanan dan pengabadian NU dan Muhammadiyah pada NKRI. Kita harus menghormati BANSER NU dan KOKAM dengan pengorbanan yang telah dilakukan untuk NKRI. Sungguh NKRI sebenarnya berhutang pada NU dan Muhammadiyah semoga pemerintah tidak melupakan itu.

Pendidikan NU dan Muhammadiyah Harusnya Dikembangkan Pemerintah

Pengorbanan yang telah dilakukan oleh NU dan Muhammadiyah pasti tidak berharap balas dari pemerintah, karena kedua ORMAS ini adalah bagian dari Indonesia. Jika tidak ada NU dan Muhammadiyah maka bisa jadi tidak ada Indonesia. Oleh karena itu yang dilakukan oleh pemerintah adalah berbuat agar NU dan Muhammadiyah tetap ada di Indonesia. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah membantu proses kaderisasi dari kedua organisasi ini sehingga kedua organisasi bisa mendapatkan kader-kader untuk meneruskan pergerakannya di masa depan.

Pemerintah harus mendorong pesantren-pesantren NU untuk menjadi Pesantren Modern dan dikembang menjadi Perguruan Tinggi Favorit, sehingga banyak generasi muda yang berbasis NU mau belajar di pesantren hingga sampai perguruan Tinggi.Begitu pula dengan Pendidikan di Muhammadiyah, Pemerintah harus membantu sekolah-sekolah Muhammadiyah sehingga menjadi sekolah unggulan dari SD sampai SMA, hingga sampai perguruan tinggi. Sehingga kader-kader Muhammadiyah tetap terawat sebagai orang Muhammadiyah. Kalau NU dan Muhammadiyah sudah tidak mempunyai kader lagi maka eksistensi NKRI sesungguhnya sedang terancam.

NU dan Muhammadiyah Harus Bersanding Bukan Bertanding


Ada kesamaaan antara NU dan Muhammadiyah berdasar sejarah yaitu NU dan Muhammadiyah berperan besar dalam lahirnya NKRI, NU dan Muhammadiyah bersama-sama membantu TNI dalam menumpas PKI setelah kasus G30S/PKI. Sehingga akan ada dendam kesumat PKI pada kedua organisasi ini dan hal ini harus terus diwaspadai NU dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah harus tetap bersanding demi kemajuan Bangsa. NU dan Muhammadiyah sebaiknya harus bersanding dalam suatu wadah yang bernama Majlis Ulama Indonesia (MUI) agar MUI lebih punya taring dan didengarkan umat.

MUI sebaiknya diisi oleh orang-orang yang mewakili organisasi bukan diwakili oleh perorangan. Jika MUI perwakilan dari organisasi maka fatwa yang dikeluarkan MUI akan diikuti oleh organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia dan tentunya pasti akan diikuti oleh umat yang menjadi anggota organisasi-organisasi islam tersebut. NU dan Muhammadiyah sebagai 2 organisasi besar di Indonesia harus bersanding di MUI dan menjadi motor penggerak MUI. NU dan Muhammadiyah harus merumuskan bersama tentang hari awal puasa dan hari raya iedul fitri sehingga tidak ada perbedaan dan setelah itu MUI yang mengumumkan. Sehingga tiap tahun tidak akan ada lagi perbedaan antara NU dan Muhamadiyah dalam penetapan awal puasa dan hari raya iedul fitri.

Sesungguhnya jika NU dan Muhammadiyah bersanding dan mengajak organisasi keislaman yang lain bersanding dalam wadah Majlis Ulama Indonesia (MUI) dengan format MUI adalah perwakilan Organisasi-organisasi Islam bukan terdiri beranggotakan tokoh perorangan. Sehingga MUI akan jadi rumah besar umat Islam karena menjadi tempat silaturahim para pemimpin organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammdiyah, PERSIS, dll. Maka akan  banyak masalah umat Islam di Indonesia yang bisa diselesaikan, seperti seperti masalah ekonomi umat dengan Ekonomi Syariah, membantu umat Islam yang terkena musibah baik karena konflik atau bencana alam. Bahkan jika umat Islam sudah satu suara masalah kepemimpinan nasional pun bisa dengan mudah diselesaikan. Pasti kita akan mendapatkan seorang pemimpin yang merupakan kader umat islam yang terbaik yang membanggakan umat islam dan membanggakan Indonesia.

Banyak pihak baik dari dalam dan luar negeri yang tidak menginginkan NU dan Muhammadiyah bersanding, banyak yang menginginkan NU dan Muhammadiyah bertanding. Karena banyak negara yang tidak menginginkan Indonesia menjadi negara besar yang maju. Sehingga akan banyak pihak baik yang merupakan antek-antek asing yang ingin melemahkan kedua organisasi ini. Malah banyak pihak yang menginginkan di internal NU ada perpecahan dan di Internal Muhamamdiyah juga ada perpecahan sehingga kedua organisasi ini menjadi lemah. Sudah saatnya NU dan Muhammadiyah bersanding karena NU dan Muhammadiyah mempunyai musuh yang sama berdasarkan sejarah.

Semoga Muktamar ke-33 NU di Kabupaten Jombang dan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makasar yang sama-sama dilaksanakan pada bulan Agusutus 2015 bisa menghasilkan suatu cara agar NU dan Muhammadiyah bisa bersanding untuk menyelesaikan masalah bangsa. Saya adalah orang NU dan saya adalah Muhammdiyah, karena saya Orang Indonesia. Tidak ada NU dan Muhammadiyah maka tidak ada Indonesia. [***]

Oleh:

Raden Ridwan Hasan Saputra,
Penulis adalah Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM) dan Pelatih Olimpiade Matematika Internasional. Penulis biasa melatih di sekolah-sekolah Muhammadiyah khususnya di Sidoarjo. Penulis juga sering bekerjasama dengan pesantren dalam membuat program Pesantren Matematika.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA