Padahal, Bung Karno pada hari lahir Pancasila, 1 Juni 1945 sudah mengingatkan: “Di dalam Indonesia merdeka itu, perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dari perjuangan sekarang. Nanti, kita bersama-sama sebagai bangsa, bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang dicita-citakan di dalam Pancasila.â€
Di lain kesempatan, pada HUT Pancasila tahun 1956, beliau berpesan:
“Pada setiap kegagalan perjuangan Indonesia (seperti yang kita alami sekarang) oleh karena tidak mampu mempersatukan rakyat dan hanya dijalankan oleh sebagian rakyat. Perjuangan harus datang dari persatuan rakyat Indonesia supaya meningkatkan kecintaan terhadap bangsa dan negara, membangun nasionalisme. Persatuan nasional dapat dipelihara oleh Pancasila, warisan leluhur bangsa.
Persatuan inilah senjata kita. Negara hanya bisa berdiri tegak bila didasari atas dukungan dari rakyat Indonesia. Dukungan berarti kepercayaan. Tentara tidak kuat, makanan dan pakaian rakyat kurang sedikit tidak jadi apa. Tetapi, Kepercayaan rakyat tidak bisa ditanggalkan kalau bangsa ingin menjadi kuat. Tantangan pribadi dan nasional ini bila mampu dikerjakan, dunia internasional pun akan memberikan kepercayaan kepada bangsa Indonesia.â€
Bukan kedua capres tidak mengusung Pancasila, tetapi sayangnya masih sebatas slogan saja. Mereka nampaknya tidak menyempatkan diri mencari asas manfaat Pancasila yang dapat digunakan untuk membangun kembali persatuan rakyat Indonesia seperti yang dipesankan Bung Karno di atas: ‘membangun nasionalisme’.
Sejujurnya, semangat juang, gagasan, dan ajaran Bung Karno tentang persatuan rakyat Indoensia sangat relevan sebagai pedoman untuk mengatasi multikrisis di Indonesia dewasa ini.
Karenanya, dalam melihat realitas sosial, pengabdian harus sungguh tertuju pada harapan demi membebaskan manusia Indonesia dari kemiskinan, keterbelakangan, penindasan, dan berbagai bentuk penjajahan oleh bangsa sendiri, termasuk dari bangsa lain.
Jadi, mengembalikan nilai-nilai Pancasila menurut ajaran Bung Karno adalah kebutuhan mendesak. Pengalaman penerapan Pancasila dalam kehidupan pribadinya sehingga beliau memiliki jati diri dan kemandirian telah banyak diisyaratkan Bung Karno untuk dijadikan indikator dalam mengukur kehidupan pribadi manusia Indonesia. Bung Karno sebagai pemersatu, pejuang melawan kolonialisme dan imperialisme, proklamator kemerdekaan, dan presiden RI pertama merupakan bukti keberhasilan dan sekaligus penegasan bahwa persatuan memenangkan perjuangan.
Untuk itu, perubahan kekuasaan politik mau tidak mau harus mengutamakan kepentingan rakyat yang bertujuan agar manusia Indonesia dihargai karena menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehingga pembangunan dinikmati oleh seluruh anak negeri.
Dalam pidatonya di KTT Non Blok, Beograd, 1 September 1961, Bung Karno menggarisbawahi: “Berpolitik bebas berarti pengabdian yang aktif kepada tujuan yang luhur dari sebuah kemerdekaan, perdamaian yang kekal, keadilan sosial dan kemerdekaan untuk merdeka. Ia adalah tekad untuk mengabdi kepada tujuan ini; ia kongruen dengan hati nurani sosial manusia.â€
Itu berarti mendayagunakan sumber daya manusia yang ada di pedesaan, kelurahan. Kecamatan, kabupaten, dan propinsi sebagai motor penggerak pertumbuhan pembangunan yang berlandaskan pada kekuatan sendiri. Membangun kembali kehidupan gotong-royong yang penuh damai untuk mengeliminasi berbagai bentuk budaya konflik dan kesenjangan sosial.
Menghidupkan kembali warisan tradisi, kesenian dan budaya setempat. Mengentaskan kemiskinan melalui berbagai kegiatan, termasuk peningkatan pendapatan keluarga. Tersedianya pendidikan Politik dan bantuan hukum. Tersedianya sembako murah bagi rakyat miskin. Menjadikan diri sebagai mentor pendidikan dan sekaligus memfasilitasi berbagai bentuk beasiswa agar kebutuhan pendidikan tercapai, juga bentuk pelatihan sesuai kebutuhan yang ada.
Bertumbuhnya wirausahawan baru dalam berbagai bidang, termasuk industri kreatif. Membangun kembali kesadaran mengasihi dan mempertahankan Pancasila dan persatuan bangsa, yaitu: nasionalisme. Demikian begitu, pilpres satu putaran mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh rakyat Indonesia oleh cita-cita yang mulia itu.
[***] FA Suhardi Soetedja Ketua Koalisi Komunikasi Untuk Perempuan dan Anak (Kamipena)
Research Fellow Soegoeng Sarjadi Syndicate