Seperti Bung Hatta, Jangan Kunjungi Singapura Sebagai Bentuk Protes

Selasa, 11 Februari 2014, 14:36 WIB
Seperti Bung Hatta, Jangan Kunjungi Singapura Sebagai Bentuk Protes
Bung Hatta
PADA 17 Oktober 1968 Usman Janatin bin Haji Ali Hasan dan Harun bin Said dieksekusi mati di Singapura karena dianggap bersalah melakukan pengeboman Gedung MacDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 yang menewaskan 33 orang saat terjadi konfrontasi Indonesia-Malaysia.  

Menurut sejarawan, protes keras terjadi saat itu dari berbagai kalangan di Indonesia dalam menyikapi kejadian tersebut. Tak ketinggalan, protes juga disampaikan oleh mantan Wakil Presiden sekaligus Proklamtor RI Mohammad Hatta. Bung Hatta kala itu mengatakan pada istrinya bahwa sejak eksekusi mati Usman dan Harun dijalankan, ia tidak akan pernah menginjakkan kaki di Singapura, baik menghadiri undangan ataupun hanya sekedar transit.  Sumpah tersebut dipenuhi oleh Bung Hatta yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menginjakkan kaki ke Singapura.

Bagi bangsa Indonesia, Usman dan Harun adalah pahlawan yang pantas untuk disanjung karena tindakan pengeboman itu ditujukan untuk menjalankan tugas sebagai bentuk tanggung jawab mereka sebagai prajurit dalam membela bangsa Indonesia. Karena itu, bangsa Indonesia menganggap keduanya sebagai pahlawan nasional.  

Ternyata keputusan Indonesia menamakan kapal perang baru KRI Usman Harun, telah mengusik pemerintah Singapura. Pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan untuk melarang KRI Usman Harun masuk ke teritorial perairannya. Mereka beralasan, penamaan Usman Harun pada KRI itu akan membuka luka lama dari keluarga korban. The Straits Times, Sabtu (8/2/2014) melansir, jika pemerintah Singapura mengizinkan KRI Usman Harun melintasi perairan, maka dikhawatirkan akan mengubah pandangan mengenai kampanye anti-terorisme.

Protes yang dilakukan oleh Singapura ini dinilai terlalu berlebihan dan terkesan mencampuri urusan rumah tangga negara lain, penamaan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Usman Harun adalah hak Negara Indonesia sepenuhnya. Penghormatan kepada pahlawan di sebuah negara yang diabadikan dalam penamaan objek tertentu tidak boleh diintervensi oleh negara lain, termasuk penamaan KRI Usman Harun yang sudah sesuai prosedur dan merupakan hak negara Indonesia.

Keberatan masyarakat Indonesia terhadap protes yang dilakukan oleh pemerintah Singapura tentu memiliki argumentasi yang cukup kuat, sebagai negara yang berdaulat Indonesia memiliki hak sepenuhnya untuk mengapresiasi perjuangan para pahlawan bangsa dalam bentuk apa saja, termasuk mengabadikan nama sang pahlawan. Dengan harapan agar generasi penerus dapat mengingat perjuangan yang telah dilakukan oleh pahlawan terdahulu demi harga diri bangsanya, agar semangat pahlawan terus mengalir pada generasi muda.

Dalam menyikapi protes pemerintah Singapura ini, sebaiknya masyarakat Indonesia dinilai perlu mengikuti langkah yang telah dialkukan oleh Bung Hatta pada sat itu. Jangan menginjakkan kaki di negara tersebut sebelum mereka benar-benar sadar dan tidak ada upaya intervensi terhadap urusan dalam negeri kita. Atas nama nasionalisme, apa saja dapat dilakukan oleh masyarakat sebuah bangsa demi menghargai negerinya sendiri. [***]

Donk Ghanie
Koordinator Jaringan Epistoholik Jakarta (JE-Jak)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA