Temuan itu disampaikan Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Pencegahan dan Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat pendampingan lapangan di Kota Sorong.
Kepala Satgas Direktorat Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, mengatakan, fenomena birokrasi tidak sehat dan nepotisme yang mengakar kuat menjadi hambatan serius optimalisasi pendapatan daerah, hingga memicu korupsi, dan itu masih ditemukan di wilayah Indonesia Timur.
"Kondisi diperparah dengan sistem yang tertinggal hingga jaringan internet yang tidak memadai. Saat pendampingan Pemda ke PTSP Kota Sorong, tim Korsup KPK menemukan bahwa sistem aplikasi yang digunakan untuk pembayaran pajak dan retribusi (Sicantik Cloud), tidak dapat diakses, imbas PDN yang diretas," kata Dian, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (4/6).
Akibatnya, seluruh pembayaran wajib pajak di Kota Sorong terhambat. Padahal KPK sudah melakukan pendampingan Pemda dengan wajib pajak yang menunggak, untuk mendorong percepatan pembayaran pajak.
"Akibatnya, ketika aplikasi tidak bisa diakses, nomor billing tidak keluar, wajib pajak pun tidak bisa bayar. Tidak ada mitigasi, jadi bisa dihitung berapa banyak potential loss? Pasti ada potensi korupsi juga di sana, apalagi jika pembayaran dilakukan secara tunai di saat sistem error," kata Dian.
Pemberantasan patologi birokrasi di Papua harus dilakukan sungguh-sungguh. Peningkatan kualitas ASN melalui sistem meritokrasi, serta penerapan sistem yang transparan dan akuntabel juga menjadi kunci.
Dalam hal ini, kata dia, KPK melalui Direktorat Korsup Wilayah V, terus melakukan pendampingan dengan menerapkan pencegahan ofensif, sehingga menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.
Selama tiga hari terakhir, KPK dan Pemda sudah menemui 11 wajib pajak yang menunggak dengan nilai tunggakan Rp5 miliar.
"KPK juga memberikan rekomendasi agar pembayaran pajak langsung masuk rekening Pemda, agar tidak terjadi kebocoran," pungkas Dian.
BERITA TERKAIT: