Pasalnya, penolakan dari kader PDIP seperti Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Gubernur Bali, I Wayan Koster, kontras dengan sikap menerima delegasi Israel pada Sidang Majelis ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Bali pada 2022 lalu.
“Penolakan itu kental nuansa politik, karena ada kesan berbeda dengan sikap PDIP selama ini yang cenderung terbuka pada aspek relasi internasional,†kata pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah, Dedi Kurnia Syah, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/3).
Menurut Dedi, meskipun Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, tetapi untuk Piala Dunia U-20 tidak terkait langsung dengan itu. Ditegaskan Dedi, kompetisi Piala Dunia U-20 tidak terkait langsung dengan sistem politik negara, karena itu merupakan wewenang FIFA.
“Sehingga, menolak Israel bertanding di gelaran FIFA merupakan sikap kurang bijak. Jika alasannya soal pengakuan negara, maka cukup dengan memberi syarat misalnya menolak pengibaran bendera negara Israel atau simbol-simbol negara Israel,†jelas Dedi.
Selain itu, Dedi menyebut Indonesia menjalankan sistem politik bebas aktif dalam kebijakan internasional. Lagipula, warga Indonesia sering berkunjung ke Israel.
“Jika mengacu pada aspek penolakan politisi PDIP, harusnya mereka juga mengecam warga kita yang datang ke sana, bisa dimulai dengan mengecam Yahya Staquf. Jika tidak, maka PDIP sedang menjadikan isu ini untuk propaganda politik,†pungkasnya.
BERITA TERKAIT: