Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi menyampaikan, 80 persen Undang-undang yang dibahas di parlemen tidak disiarkan ke kanal-kanal Youtube, maupun Facebook. Hal yang demikian itu dianggap pelanggaran bagi DPR jika dilihat dari aspek keterbukaan informasi masyarakat.
“Siaran itu menjadi penting bagi kami karena ini adalah urusan publik yang orang harus semua tahu apa yang sedang dibicarakan terkait dengan urusan mereka sehingga semakin dekat semakin upto date tentang perkembangan pembahasan legislasi maka akan semakin bermanfaat dan nilai manfaatnya bagi publik dan memacu partisipasi publik,†ucap Hanafi dalam keterangannya secara daring, Jumat (25/2).
Hanafi menyimpulkan, kurangnya transparansi parlemen terhadap publik bisa jadi karena adanya ketidakkonsistenan anggota dewan dalam mengimplementasikan proses reformasi parlemen.
"Kami menemukan bahwa kenapa ini bisa terjadi ada inkonsistensi implementasi reformasi parlemen dalam kerangka kerja organisasi DPR dan sistem pendukungnya. Misalnya satu hal penayangan itu persidangan itu seharusnya menjadi satu norma yang bisa diterapkan di DPR bahwa setiap persidangan yang sifatnya terbuka wajib dipublikasikan secara live ataupun rekamannya,†ujarnya.
Jika parlemen melakukan pembahasan secara tertutup, maka seharusnya bisa terbuka mengenai hasil rapat tersebut serta bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia lewat pemberitaan.
"Nah itu menurut kami penyebabnya salah satunya adalah inkonsistensi implementasi reformasi parlemen yang seharusnya itu menjadi kerangka program dan kerangka kerja yang salah satunya yang menyasar soal itu dan menjadi apa yang sangat kuat,†pungkasnya.
BERITA TERKAIT: