Terkait hal ini, Sekjen PAN Eddy Soeparno meminta Kementrian Perdagangan, Pertanian dan lembaga terkait bergerak cepat agar pedagang tahu dan tempe tidak gulung tikar dan masyarakat tidak terbebani kenaikan biaya dari kedua jenis makanan yang sudah jadi konsumsi wajib sehari- hari itu.
Menurut Eddy, langkah mensubsidi adalah jawaban jangka pendek agar harga kedelai kembali terjangkau untuk masyarakat dan pedagang kembali berproduksi. Padahal seharusnya, kementrian terkait harus lebih responsif dalam mengantisipasi mogoknya pedagang tahu dan tempe ini.
"Seharusnya naiknya harga kedelai dan mogok produksi pedagang tempe-tahu ini sudah diantisipasi kementerian terkait. Kenapa terkesan tidak siap dan setelah kejadian baru mengambil tindakan? Sekarang solusi yang harus segera dilakukan oleh pemerintah adalah membantu para pedagang agar harga kedelai kembali stabil dan terjangkau serta produksi bisa kembali berjalan,†ucapnya.
"Kebijakan ini juga bentuk keberpihakan pemerintah pada pengrajin tahu dan tempe yang didominasi UMKM,†imbuhnya.
Solusi jangka pendek ini, kata Eddy, adalah konsekuensi ketergantungan impor yang besar terhadap kedelai. Data dari YLKI menyebut kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton. Sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahunnya.
"Harga kedelai naik ini kan terus berulang setiap tahun. Karena itu untuk solusi jangka panjang, Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Pertanian seharusnya merancang desain kemandirian dan kedaulatan pangan seperti cita-cita Presiden Jokowi dan tidak lagi tergantung pada impor kedelai,†katanya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini juga meminta kementerian yang bertanggung jawab atas mahalnya harga kedelai ini memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan tidak mengada-ada
"Seperti misalnya kemarin menyalahkan Babi di China atau perubahan iklim di Amerika. Saya kira yang dibutuhkan bukan excuse tapi tindakan segera karena kedelai sudah menjadi kebutuhan sehari-hari rakyat,†demikian Eddy.
BERITA TERKAIT: