Begitu dikatakan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya dalam diskusi bertema "Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita" di Ruang Abdul Muis, Gedung Kura-kura, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/11).
“Memisahkan di mana res publica (urusan publik) dan res privata (urusan privat). Kita ingin atur res publica-nya. Hanya kebetulan objeknya seksulitas. Ini yang sering menjadi perdebatan di Panja,†ujar Willy.
Dikatakan Willy, poin-poin krusial pada RUU TPKS sebenarnya sudah disepakati. Hal itu meliputi judul undang undang, sistematika, perlindungan kepada korban, hingga metodologi persidangan kasus kekerasan seksual.
“Metodologi persidangan apakah tertutup atau terbatas. Di Panja dipilih tertutup untuk melindungi korban. Dan yang paling utama adalah hukum acaranya, kalau di KUHP butuh 3 alat bukti. Di RUU TPKS, kesaksian korban sudah bisa jadi alat bukti. Jadi ini UU yang progresif terhadap keadilan,†terangnya.
Sehingga, lanjut legislator Partai Nasdem ini, saat ini tinggal bagaimana menghimpun
political will untuk segera menyelesaikan dan mengesahkan RUU TPKS.
“Tinggal political will untuk memplenokan dan dibawa ke Paripurna. Saya ingin sebelum masa sidang selesai 15 Desember bisa diplenokan, bahkan diparipurnakan sebagai RUU inisiatif DPR,†demikian Willy.