"
Prison is like high school with
knives," kata novelist-cum-ex-convict Raegan
Butcher.
Tahun 2006, Dr. Stuart Grassian dari
Harvard University Medical School melakukan riset "
The
Psychiatric Effects of Solitary Confinement".
Dia menciptakan terminologi "SHU Syndrome" yang
diderita para penghuni penjara. Menurut Dr. Stuart Grassian,
"
Solitary Confinement" menyebabkan
anxiety, paranoia, suicidal thoughts, dan
psychotic symptoms.
Di
penjara, ada semua jenis kriminal. Perompak, bandar, pembunuh, rapist,
penipu, pengutil, curanmor dan sebagainya. Lengkap.
Kotor, keras, jorok,
distressful, gelap,
inhuman, over-kapasitas, sarang penyakit adalah sekilas gambaran "rumah
Ahmad Dhani
now".
Kata
Nelson Mandela, "
It is said that no one truly knows a nation
until one has been inside its jails. A nation should not be judged by
how it treats its highest citizens, but its lowest
ones".
In Ancient Athens, penjara
disebut desmoterion atau "
place of chains". Sebuah
tempat koreksi.
Houses of correction.
Penjara bagian terakhir dari
criminal
justice system. Code of Hamurabi mengenalnya sebagai bagian
dari "
lex talionis" atau hukum balas dendam.
Waktu berhenti di dalam penjara. Ahmad Dhani akan
merasakan itu. Sebuah siksaan psikis. Terpisah dari anak-anaknya masih
kecil. Segalanya dibatasin. Tidak lagi leluasa bertemu teman. Kemarin
Lieus Sungkharisma tidak bisa menjenguk Ahmad Dhani. Mesti ada izin
khusus dari Kejaksaan. Ahmad Dhani
is special
case.
Semua itu terjadi karena tiga
kalimat yang dianggap hakim berpotensi memecah belah. Baru potensi
saja Ahmad Dhani dipenjara.
It is unfair. Di saat
"potensi" itu tidak lebih dari sebuah asumsi.
[***]Penulis adalah
aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak).