Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nantikan Prabowo-Sandi Bicara Hukum Yang Mengadabkan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/margarito-kamis-5'>MARGARITO KAMIS</a>
OLEH: MARGARITO KAMIS
  • Kamis, 17 Januari 2019, 14:55 WIB
Nantikan Prabowo-Sandi Bicara Hukum Yang Mengadabkan
Margarito Kamis/Net
DALAM hitungan jam, debat pertama kampanye Pilpres kali ini akan segera dilangsungkan. Pada debat kali ini KPU menyodorkan Hukum, Hak Asasi Manusia, Korupsi dan Terorisme menjadi temanya.

Tema ini menarik. Tetapi saya ingin melihat Pak Prabowo dan Pak Sandi bicara isu hukum. Mengapa keduanya yang dinantikan? Sebagai orang yang belum berkuasa, belum ada yang tahu seperti apa mereka dalam bidang ini.

Tentu ini berbeda dengan Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf. Betul Pak Ma'ruf belum berkuasa, tetapi Pak Jokowi telah berkuasa. Karena telah berkuasa, posturnya telah terekam, telah merasuk ke isi kepala rakyat.

Rakyat telah mengetahui, dan memiliki penilaian terhadap implementasi gagasannya di bidang hukum. Inilah yang menghilangkan urgensi untuk membicarakan gagasan Pak Jokowi di bidang ini.

Adab Alam Raya

Humum bentukan negara bukanlah hukum yang pertama ada dalam kehidupan ini. Tidak. Hukum bentukan negara, tidak pernah dan tidak bakal menjadi hukum yang mendahului hukum alam. Tidak. Tetapi hukum alam, seperti halnya hukum bentukan negara memiliki keunikan yang khas. Keunikannya sedemikian khas sehingga memunculkan kerumitan tak berbilang untuk mengenalinya.

Hukum jenis itu hanya bisa dikenali oleh orang-orang arif, bijaksana, ya orang-orang sophie. Orang jenis ini terlalu langka dalam hidup ini. Itu sebabnya hukum jenis ini menghasilkan kemustahilan tersendiri untuk dijadikan panduan praktis, obyektif oleh semua orang ditempat dan waktu yang berbeda.

Dengan sifatnya yang khas itu, hukum jenis ini berfungsi sebagai sinar yang mencahayai, rembulan yang menerangi, cita alamiah, sandaran manusia menemukan alasan membuat hukum negara, hukum positif. Hukum ini dikenali para sophie sebagai hukum yang berputar dan berporos pada keseimbangan absolut.

Matahari pasti terbit dari timur, dan pasti terbenam di barat pada waktu yang telah tertakdir. Ini absolut. Kala matahari terbit, siang pun mawar pun merekah dan mahluk manusia berikhtiar untuk hidupnya, selanjutnya beristirahat kala malam memeluk mereka. Ini pun absolut. Tidak ada orang yang tidak tidur sepanjang hidupnya atau tidur sepanjang hidupnya. Tidak. Tidak ada orang makan sepanjang hari atau tidak makan sepanjang hari dan berhari-hari. Tidak. Semunya harus seimbang.

Bila dinda merasa sakit kala dipukuli, dinda jangan memukul orang. Sakitnya bakal sama. Jika dinda ingin ditolong orang, tolonglah dulu orang lain. Bila dinda ingin dihormati, dahulukanlah menghormati orang lain. Jika dinda ingin memetik rahmat-Nya, dinda mesti berikhtiar dengan cara yang diridhoi-Nya. Begitulah alam raya menyemburkan hukumnya.

Hukum Itu Mengadabkan

Hukum itu indah. Indah sekali. Sayidina Umar bin Khattab, salah satu Khulafaurrashidiin sekaligus Amirulmukmin ini, juga Salahuddin Al Ayubi dan Umar bin Abdul Aziz, semunya menunjukkan merekalah yang menjadi sebab hukum begitu indah. Faktor itu adalah kepemimpinan. Kepemimpinanlah satu-satunya faktor yang menghasilkan hukum yang indah, dan andal sebagai sarana alamiah "mengadabkan kehidupan".

Sayidina Umar, yang sempat ditakuti karena dianggap terlalu keras dan kaku itu, ternyata berbeda. Katanya suatu saat dalam kempimpinannya; dimata saya tidak ada dari kalian yang lebih kuat dari orang lemah di antara kalian, sebelum saya berikan haknya. Tidak ada yang lebih lemah dari orang yang kuat sebelum saya cabut haknya.

Katanya di lain waktu, saya tidak pernah mengangkat pejabat-pejabat untuk menghilangkan kesenangan kalian, untuk mencemarkan nama kalian dan mengambil harta kalian. Barang siapa diperlakukan tidak adil, saya tidak akan mengizinkan menyampaikan pengaduan kepada saya sebelum saya menjatuhkan hukuman yang setimpal.

Amilrulmukminin ini, suatu ketika, hendak memecat Amr Bin Ash, gubernur Mesir. Perkaranya sederhana. Gubernur tidak menjatuhkan dan melaksanakan hukum yang telah dijatuhkan kepada Abdurrahman Bin Umar, anak kandung Amirulmukmin sesuai dengan hukum yang ditetapkan sendiri oleh Amirulmukmin.

Prabowo, cukup jelas tidak dapat disetarakan dengan Sayidina Umar Bin Khattab, Amirulmukmin ini. Itu jelas. Tetapi bukan di situ letak soalnya. Soalnya adalah dalam pidato Indonesia Menang beberapa hari lalu, lugas ia menyatakan sederet hal. Pidatonya itu menunjukkan Prabowo-Sandi menandai kepeminan sebagai masalah terbesar dalam kehidupan hukum kita. Ini benar.

Dengungkanlah lagi pidato itu dengan sentuhan lembut. Nantikanlah Prabowo dan Sandi menyatakan, "Saya atau kami tidak bakal dan tidak sanggup memukul lawan dengan hukum yang ada ditangan kami, hanya karena sebutir kebencian di dada ini atas orang itu. Kami tidak membiarkan air mata ulama jatuh berderai membasahi tubuhnya yang letih, karena hukum di tangan kami bengkok. Kami tidak membiarkan kawan-kawan kami menari, berpesta dengan  kesalahan mereka, karena perlindungan dari kami. Tidak. Itu bukan kami. Itu bukan Prabowo-Sandi".

Aku dan Sandi, wakilku yang ganteng ini tak sanggup melihat, membiarkan rakyat lapar, merintih, apalagi harus mati, karena hukum di pemerintahanku kuabdikan kepada segelintir yang orang menjual beras, kedele, gula, tahu, jagung, dan lainnya. Tidak bakal kubiarkan hukum digunakan untuk keuntungan mereka. Tidak mungkin, percayalah, saya membiarkan atau tidak mengepung segelintir orang yang menguasai sebagian besar kekayaan alam. Tidak. Itu bukan saya, bukan Prabowo, bukan Sandi. Itu bukan tipikal kami.

Saya dan Sandi tidak bakal biarkan kapitalis menguasai pembentukan dan pelaksanaan hukum. Tidak sedetik pun mata dan telinga kami, kami biarkan tidak melihat dan mendengar setiap gerak segelintir orang mengontrol pembentukan dan pelaksanaan hukum. Tak sedetik pun desahan nafasku kupakai untuk mengarahkan, atau membiarkan aparatku menggunakan hukum yang merendahkan, merampas harga diri ibu-ibu, menindas orang miskin, merampas harta bapak-bapak di kampung-kampung. Tidak.

Hukum akan kami persembahkan membuat setiap orang hidup sesuai fitrah alamiahnya. Dalam hubungan itu, saya harus menyodorkan tata cara yang dapat memotret setiap detik gerak penegak hukum. Catat itu. Kalau di Jakarta, di kota besar ini saja hukum tidak selalu lurus, bagaimana bisa saya mengharapkan hukum lurus di desa-desa.

Saya tahu hak untuk mendapat kesehatan sebagai hak asasi manusia. Saya tidak bisa biarkan ibu-ibu meneteskan air mata, karena kesulitan menyediakan susu buat buah hatinya. Tidak. Menyediakan susu yang hebat, dengan harga terjangkau adalah kewajiban asasi saya dan hak asasi mereka.

Wahai anak-anak muda, dunia ini milik kalian. Tetapi saya tahu sekarang ini dunia kerja tidak akrab dengan kalian. Lihat wajah saya, catat dan camkan; Saya tidak bakal biarkan lapangan kerja menolak anda, teman-teman anda. Tidak. Saya tahu, mungkin tidak lebih dari anda, tetapi wahai anak muda, hak mendapatkan pekerjaan yang layak adalah hak asasi setiap warga negara. Saya wajib menciptakannya.

Kedaan saat ini akan saya reorientasikan secara radikal. Saya yakin seyakin-yakinnya semua itu dapat dicapai dengan tekad yang kuat, jujur dan tulus. Semuanya akan saya lakukan secara bersamaan. Saya paham, esensi hukum itu tidak lain dari mengadabkan. Mengadabkan tidak pernah lain maknanya selain hal-hal yang telah saya sebutkan di atas. Saya mengerti, urusan hukum bukan sekadar urusan pasal demi pasal. Ini urusan kepemimpinan. Pemimpinlah kunci hukum sebagai sarana agung dalam mengadabkan manusia dan kehidupannya. [***]

Doktor hukum tata negara, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA