Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, paket ekonomi yang kini sudah mencapai 16 ibarat mencicil neoliberalisme yang malah menciptakan kebingungan bagi para investor.
"Istilahnya mencicil neoliberalisme. Tapi menciptakan kebingungan. Baik pebisnis nasional maupun asing kan bingung. Kebijakan pemerintah itu pastinya itu bagaimana," kata Salamuddin kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (28/11).
Nah, karena pemerintah justru terus-menerus menciptakan "ketidakpastian" dalam bentuk paket ekonomi, diyakini relaksasi DNI tidak akan diminati oleh para investor.
"Ya bagaimana kalau pemeritah berubah pikiran lagi. Ya tidak akan laku. Mungkin beberapa bagian sih akan ada, tapi orang juga akan berhati-hati, apakah ini benar," pungkas Salamuddin.
Dalam diskusi "Menyoal Kebijakan Relaksasi Daftar Negatif Investasi" di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta, Selasa (27/11) kemarin, Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, relaksasi DNI yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 dinilai tidak memperjuangkan kepentingan nasional. Relaksasi DNI dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.
[rus]
BERITA TERKAIT: